Karena Hidup Hanya Sekali, Maka Berjuanglah Berkali-Kali dan Jadilah Insan Yang Gemilang
sampaikanlah informasi blog ini ke teman-teman anda, sebagai upaya serta sarana dakwah kita semua, dan jangan lupa untuk tinggalkan pesan guna perbaikan

Sabtu, 29 Mei 2010

4 Syarat Poligami dari Ustad Arifin Ilham

Ustad kondang Muhammad Arifin Ilham mengatakan Islam membolehkan seorang laki-laki untuk berpoligami. Namun, kaum muslim yang berniat memiliki istri lagi diimbau jangan terburu-buru. Ada 4 persyaratan yang harus dipenuhi.

"Empat syarat itu harus dipenuhi," kata Ustad Arifin Ilham kepada detikRamadan dan
beberapa sahabatnya di sebuah saung dekat rumahnya, kompleks pemukiman muslim Bukit Az-Zikra, Sentul Selatan, Jawa Barat.

Syarat pertama, jelas Arifin, muslim yang hendak berpoligami harus sukses membina rumah tangga pertamanya. Dia harus sudah teruji berhasil mendidik dan menjadi memimpin rumah tangga. Kedua, yang bersangkutan harus memiliki fisik prima. Ketiga, dia harus mempunyai harta kekayaan yang cukup. Dan keempat, dia mengetahui manajemen poligami.

Manajemen poligami yang dimaksud Arifin adalah pelaku poligami harus bisa berlaku adil. Adil dalam hal ini bukanlah sama rata, melainkan proporsional.

"Ada orang yang istri tua anaknya lima, istri muda anaknya satu, itu uangnya harus lebih banyak kepada istri yang pertama. Tapi biologis harus banyak ke istri yang kedua," canda suami Wahyuniwati ini.

Menurut dia, poligami adalah takdir dan fitrah bagi umat Islam. Ia tidak dapat ditolak apabila masanya telah tiba. "Kita nggak bisa bilang nggak. Kalau kita sudah digerakkan, mau apa kita?" tuturnya.

Jika melanggar fitrah poligami tersebut, lanjut ustad asal Kalimatan Selatan itu, seorang muslim bisa menderita karena gelisah setiap waktu. Dia juga akan cenderung berzina dan menuruti hawa nafsu setan. Selain itu, kehidupannya tidak akan normal lagi.

"Tapi ibu-ibu pengajian sering bilang 'nggak apa-apa deh suami saya nggak normal lagi," seloroh Arifin.

Arifin mengatakan, istrinya tidak pernah marah apabila dia bercanda seputar poligami. Sang istri selalu punya pemikiran cerdas untuk menyikapi tema itu dan pintar mengalihkan perhatian.

"Di tempat tidur berdua dia bilang 'Abang nanti kalau nikah lagi bilang apa
nggak?' Kayak tadi malam juga. Saya ditanya kakak kapan mulai kawin lagi, dia
bilang, 'Makan-makan, dingin nanti'" cerita Arifin.

Arifin sendiri cuma punya Yuni, panggilan Wahyuniwati, sebagai istri. Banyak jamaahnya yang menginginkan agar dia tidak melakukan poligami. Pesan jamaah tersebut bahkan disampaikan melalui kejadian-kejadian yang membuatnya terus merenung.

"Ada jamaah dari Semarang yang akan meninggal permintaan terakhirnya bertemu dengan Abang. Setelah jemput di Bandara dia meninggal dan menitipkan wasiat kepada Abang. Wasiatnya supaya saya tidak menikah lagi," pungkas Arifin.
READMORE...

Para Petinggi Alam Akhirat

Sesungguhnya kemuliaan diri tidak terletak pada kesombongan dan tidaklah sama dengan kehinaan. Kemuliaan adalah cahaya dan terletak di kutub yang lain, sedangkan kehinaan adalah kegelapan dan terletak di kutub yang lainnya lagi.

Menghindari kesombongan bukan berarti rendah diri. Karena rendah diri kepada sesama manusia adalah kehinaan. Menghindari kesombongan adalah rendah hati, beribadah hanya karena-Nya dan mau menerima kebenaran dari mana pun datangnya.

Tidak ada orang yang menghindari kesombongan kemudian menjadi hina. Sekalipun orang itu tidak dikenal di masanya, tetapi karena akhlaknya yang mulia dan beramal dengan ikhlas, Allah mematri namanya di hati dan pikiran generasi selanjutnya. Tidak terasa ratusan tahun kemudian namanya banyak disebut orang, nasihat-nasihatnya didengar dan diamalkan, akhlaknya menjadi contoh teladan. Inilah makna firman Allah, “Dan kesudahan yang baik bagi orang-orang bertakwa.” (QS al-Qashash [28]: 83).

Abu Dzar Ra. berkata, “Ada orang yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-orang memujinya?” Beliau menjawab, “Itu merupakan kabar gembira bagi orang mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia.” (HR. Muslim).

Said bin Jubair walaupun bertahun-tahun dipenjara dan akhirnya dihukum mati, kepalanya dipenggal oleh seorang algojo, namun ulama dan kaum muslimin mencintainya dan mendoakannya karena dia adalah syuhada, pembela yang haq, dan penegak keadilan yang tak takut mati.

Ibnu Taimiyah mati di dalam penjara, namun kebaikan-kebaikannya terasa hingga kini. Dia dikenal sebagai ulama pembela as-Sunnah, panglima perang di medan jihad, dan seorang penulis yang tiada duanya. Kitabnya berjilid-jilid tebalnya, kandungannya sangatlah berharga, dan menjadi rujukan banyak ulama.

Hasan al-Banna mati ditembak, yang mengubur jenazahnya hanya empat orang; ayahnya, istrinya, anaknya, dan seorang nasrani. Hal itu terjadi karena seluruh pengikutnya dijebloskan ke dalam penjara dan para ulama tidak ada yang diberitahu tentang kewafatannya. Dia kini dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka, mujahid, ulama shalih, da’i, murabi, dan pendiri jamaah Islam terbesar di dunia.

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim [14]: 24-25).

Sedangkan bagi orang-orang yang menyombongkan diri dan zhalim, sekalipun terkenal di masanya, kaya hartanya, tinggi kedudukannya, luas kekuasaannya, namun di masa kemudian hanya menjadi buah hinaan dan kutukan.



Al-Hajjaj seorang pejabat di masa kekhalifahan Umayah, dikenal karena kesadisannya, kekejamannya, pembunuh para ulama shalih, termasuk di dalamnya Said bin Jubair. Sekalipun kekayaannya banyak, kedudukan dan pangkatnya tinggi, namun ia hina di sisi Allah dan kaum muslimin yang mencintai kebaikan. Akhirnya ia mati dalam keadaan mengenaskan, tubuhnya dipenuhi bisul yang apabila muncul rasa sakit darinya, terdengar suara yang keras dari mulutnya seperti banteng yang meregang nyawa.

Ahmad bin Du’ad, seorang tokoh Mu’tazilah, ikut andil menyiksa Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad pun mendoakan kebinasaannya, maka Allah menimpakan padanya suatu penyakit yang membuatnya sering mengatakan, “Adapun separoh tubuhku ini apabila dihinggapi oleh seekor lalat, kurasakan sakit yang bukan kepalang hingga seakan-akan dunia ini kiamat. Sedang separoh tubuhku yang lain andaikata digerogoti dengan catut sekalipun, niscaya aku tidak merasakannya.”

Sultan yang memenjarakan Ibnu Taimiyah akhirnya turun tahta, ulama-ulama pembisiknya akhirnya tidak dihormati masyarakat. Ulama-ulama su’ (buruk) itu tidak dikenal kecuali hanya namanya, dan itupun hanya orang-orang tertentu saja. Tapi Ibnu Taimiyah dikenal sepanjang masa dan ulama-ulama serta kaum muslimin mengagumi dan meneladani sikapnya.

Raja Faruq, pembunuh Hasan al-Banna, akhirnya turun tahta setelah beberapa tahun kematian Hasan al-Banna. Dulunya dihormati, kini dicaci maki dan hanya bagian dari sampah sejarah mesir yang tak berguna. Pejabat-pejabat Mesir yang banyak menyiksa dan memasukkan aktivis ikhwanul muslimin ke penjara, seperti Gamal Abdul Naser dan Hamzah Basyuni mati secara mengenaskan. Yang pertama selalu dihantui ketakutan sebelum matinya, sedangkan yang kedua mati ditabrak truk penuh dengan besi sehingga tubuhnya tercabik-cabik tak karuan.

“Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim [14]: 26-27).

Seberapa kayanya Anda, kelak ketika mati harta itu tidak akan dibawa ke alam kubur. Seberapa pintarnya Anda, sangat mudah bagi Allah memberi satu penyakit yang menjadikan seluruh ilmu yang Anda miliki hilang. Sekuat apa pun Anda, sesungguhnya Anda tidak lebih kuat dari rumput yang sering diinjak-injak orang.

Jadilah batu mulia, jangan jadi debu. Batu mulia mahal harganya dan sangat indah bila dipandang mata. Sedangkan debu, menempel di baju, menjadi kotor. Di mana pun ia menempel, sesuatu itu menjadi kotor. Batu mulia tersembunyi di dalam tanah, sangat sulit mencarinya. Kalaupun bisa, ia diambil dengan menggunakan alat khusus. Jika sudah diketahui ada di suatu tempat, beramai-ramai orang ke sana mencarinya.

Sedangkan debu, terlihat di depan mata, bahkan bisa membuat mata sakit, bisa membuat orang alergi. Orang-orang berusaha sebisa mungkin menghindari debu. Amal yang dilakukan bukan karena Allah – di dalam al-Quran – diibaratkan “batu licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak berdebu)”. (QS. al-Baqarah [2]: 264). Begitulah amal orang-orang yang sombong, tidak mendapatkan apa-apa selain hanya gerakan-gerakan yang melelahkan.
READMORE...

Mengapa Rosulullah SAW di Musuhi

Karena akhlaknya, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dicintai dan dihormati segenap kalangan. Tua-muda, laki-perempuan semua sangat terkesan dengan pribadi agungnya. Kemuliaan kepribadian Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bukan baru hadir setelah beliau diangkat Allah menjadi Nabi. Bahkan sejak masa jahiliyah masyarakat musyrik Quraisy Mekkah menjuluki beliau dengan ”Al-Amin” (laki-laki terpercaya). Hal ini bahkan diabadikan di dalam firman Allah:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

’Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS Al-Qolam ayat 4)

Namun siapapun yang mengenal sejarah hidup Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti tahu bahwa dalam hidupnya beliau juga memiliki musuh. Dan tidak sedikit di antaranya yang sedemikian benci kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sehingga berniat membunuh manusia mulia ini. Sehingga muncullah suatu pertanyaan di dalam benak fikiran kita. Jika akhlak Nabi shollallahu ’alaih wa sallam diakui sedemikian mulia, lalu mengapa beliau masih mempunyai musuh? Mengapa masih ada manusia yang berniat membunuhnya jika semua orang sepakat bahwa akhlak beliau sedemikian mengagumkan?

Saudaraku, hal ini hanya menggambarkan kepada kita bahwa sesungguhnya ada hal lain yang jauh lebih utama daripada perkara akhlak yang menyebabkan manusia menjadi siap bermusuhan dengan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Hal itulah yang dinamakan dengan ”Al-Aqidah” atau keimanan. Siapapun orang yang memusuhi Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pastilah orang yang tidak suka dengan ajaran aqidah atau keimanan yang dibawakannya. Mereka tidak bisa memungkiri kemuliaan akhlak Nabi shollallahu ’alaih wa sallam, namun mereka sangat tidak suka dengan ajaran aqidah Tauhid yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam da’wahkan kesana-kemari. Sebab menurut mereka, ajaran Tauhid mengancam eksistensi ajaran mereka. Ajaran mereka, yaitu kemusyrikan, menyuarakan eksistensi banyak ilah (tuhan), sedangkan ajaran aqidah Tauhid menegaskan hanya ada satu ilah di muka bumi yaitu Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Lalu seseorang yang berikrar syahadat Tauhid diharuskan mengingkari eksistensi berbagai ilah lainnya untuk hanya menerima dan mengakui Satu ilah saja.

Sehingga dalam catatan Siroh Nabawiyyah (sejarah perjuangan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam) kita sempat menemukan bagaimana paman Nabi, yakni Abu Tholib, diminta oleh para pemuka Musyrik Quraisy untuk melobi Nabi shollallahu ’alaih wa sallam agar mau menghentikan seruan da’wah Tauhid-nya dengan imbalan apapun yang diinginkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Tetapi apa jawaban Nabi shollallahu ’alaih wa sallam terhadap permintaan mereka?

”Demi Allah, hai Pamanku...! Jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud agar aku meninggalkan urusan ini, maka saya tidak akan melakukannya, sampai Allah memenangkannya atau aku hancur dalam melaksanankannya...!”

Pada dasarnya seruan Tauhid inilah seruan abadi para Nabi dan Rasul utusan Allah. Umat manusia sepanjang zaman didatangi oleh para Nabi dan Rasul secara bergantian dengan membawa misi mengajak manusia agar menghamba semata kepada Allah dan menjauhi Thoghut.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

’Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu". (QS An-Nahl ayat 36)



Sebelum para Nabi dan Rasul mengajarkan apapun, mereka senantiasa mendahulukan pengajaran akan hakikat fundamental pengesaan Allah. Tiada gunanya segenap amal-sholeh dan amal-ibadah diajarkan kepada manusia jika tidak dilandasi sebuah pemahaman sekaligus keyakinan mendasar akan keesaan Allah. Bahkan Al-Qur’an menggambarkan bahwa hakikat kebencian kaum kafir hingga tega menyiksa sesama manusia lainnya ialah dikarenakan manusia lain itu memiliki keimanan akan keesaan Allah semata.


وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

”Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mu'min itu melainkan karena orang-orang mu'min itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS Al-Buruuj ayat 8-9)

Inilah hakikat permusuhan dan konfrontasi di dunia. Permusuhan yang sesungguhnya ialah permusuhan karena pertentangan aqidah bukan yang lainnya. Seorang mu’min sepatutnya menyadari bahwa Nabi kita yang mulia akhlaknya itu tidak pernah dibenci lantaran akhlaknya. Namun setiap bentuk kebencian dan permusuhan yang diarahkan kepada beliau senantiasa bertolak dari ketidak-relaan manusia untuk menerima sekurang-kurangnya mentolerir keberadaan aqidah Tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.

Maka sudah sepantasnya kita selalu introspeksi dan evaluasi diri. Jika dalam kehidupan ini kita ternyata dimusuhi manusia, maka jangan bersedih dulu. Sebab Nabipun pernah dimusuhi. Namun selanjutnya kita perlu lihat, apakah manusia memusuhi kita lantaran akhlak kita atau aqidah kita. Jika ternyata kita dibenci lantaran akhlak kita, maka sudah sepatutnya kita ber-istighfar dan memperbaiki diri. Karena Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak pernah dibenci manusia lantaran akhlaknya. Namun jika kita dibenci lantaran aqidah kita, maka sepatutnya kita bersyukur dan bersabar. Sebab Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabatnya-pun dibenci karena aqidahnya. Itupun dengan satu catatan, yaitu kita selama ini memang sudah terus-menerus berusaha meluruskan dan mengokohkan aqidah Tauhid kita setiap hari. Semoga saudaraku...


وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)
READMORE...

Pengelihatan Alam Akhirat

Tokoh kita ini adalah Prof DR H Salim Badjri, ahli tafsir yang memimpin langsung FUI untuk menggempur tempat maksiat.

Karena tuduhan pun bermacam-macam seperti Wahabi. Tapi menurutnya tidak usah heran, itu bahasanya Snouck Hurgronje. Mereka menuduh itu karena bergurunya pada Snouck. Harusnya kalau seorang Muslim sadar, yang dia lakukan kalau sudah mentradisi maka harus dilepas, “Masa bikin agama di atas agama?” serunya.

Jadi Apa makna amar ma’ruf nahi munkar. Salim Badjri merujuk ke al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang batil. Jadi tidak drastis, harus ada peringatan dulu. Lapor dulu ke aparat, kalau sudah mentok baru kita masuk. Jadi kita memperkecil risiko. Jadi berjuang di jalan Allah SWT atas bimbingan ayat, tidak drastis.

Berikut perbincangan Eman Mulyatman dari Sabili dengan Salim Badjri di rumahnya. Meski baru keluar dari rumah sakit -karena kelelahan, sosok ini tidak kelihatan melemah ketika berbicara perjuangan memerangi kemaksiatan. Berikut petikannya:

Kenapa ulama menjadi lembek?

Karena nahy munkar ada risiko. Takut dengan risiko itu. Tahu tapi pura-pura tidak tahu. Orang Muslim yang mengaku beriman itu harus dipanggil dengan banyaknya kemaksiatan, keburukan. Dia harus tampil, sebab kemaksiatan berkembangnya cepat sekali.

Tapi kebanyakan ustadz, ceramahnya lembek?

Betul! Padahal di zaman Khalifah Abu Bakar, memerangi pembangkang zakat. Itulah alasan Indonesia bukan negara agama. Padahal nabi mengatakan, setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Jadi untuk menjadi pemimpin harus dikader dulu. Itulah di antara kelemahannya, kaderisasi.

Memang sudah disinyalir oleh Rasulullah saw, suatu saat umatku akan seperti buih. Laksana makanan di atas nampan yang akan menjadi rebutan musuhnya. Para sahabat bertanya, “Apakah jumlah kami sedikit ya Rasul saw?” Tidak, bahkan sabda rasul saw. Kenapa begitu, karena umat Islam tertimpa al Wahn. Apa itu wahn? cinta dunia dan takut mati. Jadi kalau orang cinta dunia, dia akan menghimpun keduniaan dan takut mati. Makanya, berebut ingin di eksekutif atau legislatif. Sampai bayar segala, padahal itu satu amanah yang cukup berat. Makanya sahabat Umar bin Khatab, jubahnya penuh tambalan, saking takutnya dimintai pertanggungjawaban. Sedangkan untuk diri sendiri saja belum tentu bisa.

Seperti di surat al-Qashash ayat 77. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Jadi mata itu untuk ibadah, telinga untuk ibadah, pikiran, kesehatan, mulut, tangan dan kaki untuk ibadah. Jadi sehari semalam berapa jam yang kita gunakan untuk ibadah?

Apa akibat mengabaikan hukum Allah?

Subhanallah. Kalau kita lihat al-Qur’an ancamannya sangat berat. Seperti di surat al-Mu’minun ayat 99. “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Tuhanku kembalikanlah Aku (ke dunia)’.” Maksudnya: orang-orang kafir di waktu menghadapi sakaratul maut, minta supaya diperpanjang umur mereka, agar mereka dapat beriman.

Juga di surat Qaf ayat 22. “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, Maka kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, Maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.”

Padahal Nabi saw mengatakan, sakitnya lebih dahsyat dari 70 kali tusukan. Pada saat itu tabir alam gaib Aku angkat, maka penglihatanmu menjadi tajam, sampai menembus alam akhirat.



Ahli maksiat akan menjerit-jerit. Tangguhkan ya Allah, aku akan mengamalkan amal shalih yang aku tinggalkan. Tidak sekali-kali. Memang kebiasaan manusia ketika terjepit akan berjanji pada Allah. Tetapi setelah lapang kembali lupa.

Sudah sangat jelas ancamannya?

Jelas sekali kalau membaca al-Qur’an.

Mengapa ulama sibuk seminar, menulis buku dan berdebat saja?

Orang bisa disebut alim, tapi belum tentu beriman. Kalau orang beriman itu akan keluar dari dalam dirinya jiwa ikhlas. Jadi kalau dia jadi ilmuwan sekadar alim, ilmunya hanya digunakan untuk dagang, popularitas atau entertainment. Seperti disinyalir dalam surat al-Mujadalah ayat 11. Jadi yang diangkat itu orang beriman dan berilmu. Kalau berilmu tidak beriman, dia kosong. Malah kalau berilmu tidak beriman, bisa jadi munafik. Seperti JIL.

Tren-nya organisasi Islam, menghindari aksi nahy munkar?

Kalau imannya kosong, maka tidak ada yang mendorong. Hanya sebagai rekreasi intelektual. Supaya dibilang ilmuwan. Makanya tidak setuju dengan aksi nahy munkar, tidak terpanggil.

Bagaimana denga aksi Gerakan Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat (GAPAS)?

Ya alhamdulillah, selama ini kita berkiprah sesuai dengan kemampuan. Dengan adanya gerakan ini mereka berhitung. Kalau tidak ada gerakan kemaksiatan berkembang cepat, apalagi pemurtadan, cukup besar.

Organisasi semacam ini terus dibidik?

Wa makaru wa makarallahu wallahu khairul makirin. Mereka membuat tipu daya dan Allah memperdaya mereka dan Allah sebaik-baik perencana. Semua itu tidak membuat kita lemah.

Tapi ancamannya fisik, penjara bahkan nyawa?

itu sudah kita perhitungkan, setiap perbuatan ada risiko. Penjara dunia itu enak, yang kita takutkan penjara akhirat.

Soal stigma buruk?

Biar saja, tidak ada masalah. Prinsipnya asal janga menipu, merugikan orang, mencabuli anak orang. Kalau yang lain silakan saja Zaal haq wa zahaqal bathil inal bathila kana Zahuqa, datang haq yang batil lenyap, sungguh yang batil itu pasti lenyap.

Tapi gerakan ini sering tidak mendapat dukungan dari umat Islam sendiri?

Mereka yang belum paham itu takut. Berbuat baik tidak usah takut. Malah masyarakat kalau ada apa-apa lapornya ke FUI.

Apa target Anda?

Cirebon itu mendapat predikat sebagai Kota Wali. Kami membantu merealisir, kalau sudah terealisir, bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain. Nah sekarang orang belum merasakan. Masih ada perzinahan, mabuk-mabukan dan perjudian. Kalau terasa keamanan dan ketentramannya, mudah-mudahan daerah lain mengikuti.

Apa langkah-langkahnya?

Kami rutin mengadakan kajian rutin, untuk kaderisasi. Untuk jangka panjang kami mempersiapkan pesantren Hifzhul Qur’an. Jadi umumnya, SD- SMP hafal Qur’an. Enam tahun mondok hafal Qur’an. SMA-nya paham al-Qur’an. Menjadi apa pun, insinyur, dokter atau ahli ekonomi, silakan. Ini sudah kita persiapkan dan tanahnya sudah ada satu hektar lebih.

Mengapa?

Harus disadarkan lewat al-Qur’an. Kalau tidak dengan al-Qur’an tidak tergugah. Firman Allah SWT di surat ar-Rum ayat 30, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Allah menggugah fitrah manusia dengan al-Qur’an. Jadi orang berbuat salah timbul penyesalan, itulah fitrah. Kalau dia sering membaca al-Qur’an akan mengerti.

Sekarang terbalik, tuntunan jadi tontonan dan tontonan jadi tuntunan?

Jadi, sebenarnya sebagian besar umat Islam jarang membaca al-Qur’an dan terjemah. Ceramahnya jadi tontonan. Akibatnya jauh dari petunjuk. Kalau saya ceramah saya bilang ke hadirin, jangan mengharapkan saya akan melawak, karena saya bukan pelawak. Jangan harapkan saya menyanyi, karena bukan penyanyi. Kalau perlu Anda menangis.

Karena ini mengaji, tapi ketika saya bicara satu jam setengah, hadirin mengatakan kurang, kurang. Jadi kalau diisi dengan ayat akan nyambung, karena tergugah fitrahnya. Jadi sangat keliru kalau ada seorang penceramah melawak, itu sama dengan melecehkan ayat-ayat Allah. Kalau mau menjadi penyanyi jadi penyanyi saja. Jadi targetnya ingin laris saja.

Apa ancamannya?

Sudah jelas dalam al-Qur’an itu disebut istihza, memperolok agama Allah SWT. Maka dia akan tergolong fasik dan bisa jatuh kepada munafik. Jadi ketahuan bahwa aslinya dia jauh dari al-Qur’an walaupun dia mubaligh.

Mengapa di Jawa Barat yang mayoritas Muslim, marak akan kemaksiatan?

Itu akibat hukum Allah tidak diberlakukan. Makanya kemaksiatan dan korupsi tidak berhenti. Hukum manusia, cuma mainan. Membunuh divonis 15 – 20 tahun dapat remisi, keluar. Hukum Allah dibilang kejam, sadis. Padahal satu orang mencuri potong tangan. Tapi, ribuan orang sadar.

Kemarin FUI mengadakan Muzakarah?

Dari sekian utusan sangat setuju kalau Pusat tetap di Cirebon, karena kota wali. Pertama pengembangan Islam dari Cirebon, menapak tilas, mudah-mudahan Islam memancar lagi cahayanya dari Cirebon ke seluruh tanah air. Kemudian dilontarkan, siapa yang yang mau memimpin. Mereka tetap meminta saya. Peserta juga meminta segera dibuka di seluruh kabupaten yang berjumlah 540 kabupaten se-Indonesia.

Jadi FUI makin membesar?

Ya, ini permintaan musyawirin. Sebab mereka tahu ukhuwah itu penting, Islam menjadi lemah karena perpecahan. Sekarang ekonomi sudah lepas, umat Islam sudah miskin ekonomi, miskin ilmu dan miskin iman karena perpecahan. Jadi kita berjalan di tempat masing-masing, maka tidak ada kekuatan.

Bagaimana rencana pendirian pesantren al-Muttaqin?

Pesantren itu bersifat dinamis. Maka kita ambil guru-guru yang bersifat dinamis. Memang sempat ada kasus (terorisme) karena ada anak dari Cikijing yang nyantri selama 8 bulan terlibat terorisme. Cuma satu orang. Contoh; kalau ada satu polisi berbuat salah, apakah semua polisi tidak benar? Nah lulusan UI juga ada yang korupsi. Yang mengherankan kalau menyangkut Islam dicari-cari saja alasannya.

Letak itu di jalur Puncak Ciremai yang merupakan tempat wisata (prostitusi)?

Allah yang akan mengatur. Jadi ada orang yang memberi wakaf. Memang tidak mendapat izin. Tapi saya terus ngotot, harus ada alasan kalau menolak (pendirian) pesantren. Alhamdulillah tadinya di depan pesantren itu sudah dibeli cukong Jakarta untuk diskotik, akhirnya mereka batalkan. Jadi kalau kita serius dan ikhlas nanti Allah yang mengatur.

Bagaimana dengan pengamatan Ramadhan mengalami degradasi?

Allah sudah berfirman di surat al-Hadid ayat 20, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

Kalau sekarang baca al-Qur’an sudah malas. Karena al-Qur’annya diganti TV. Kosong dari al-Qur’an iman turun, tinggal baju kokonya saja yang takwa.
READMORE...

Akal Manusia dan Hawa Nafsu

Manusia adalah salah satu makhluk yang diciptakan Allah SWT di samping makhluk-makhluk lain ciptaan-Nya. Di samping adanya perbedaan yang sangat mendasar antara penciptaan binatang dan manusia, ternyata masih ada kesamaan di antara keduanya. Kesamaannya, masing-masing baik binatang maupun manusia itu diciptakan secara fitrah memiliki kecenderungan memenuhi kebutuhan hawa nafsu. Adapun perbedaan yang sangat mendasar dari keduanya adalah dalam proses pemenuhan hawa nafsu.

Binatang, oleh karena mereka tidak diberi akal maka naluri kecenderungan pemenuhan hawa nafsunya hanya sebatas fitrahnya. Misalnya, bila lapar lantas mereka pun akan segera mencari makanan untuk dimakan. Setelah kenyang mereka akan diam. Sebelum lapar mereka tidak akan makan, mereka akan makan hanya pada saat mereka betul-betul merasa lapar.

Dalam kehidupan binatang, ada yang berusaha menutupi kebutuhan hidupnya dengan sendiri-sendiri, ada pula yang membina kebersamaan di bawah satu kepemimpinan seperti dalam kelompok lebah atau tawon atau An Nahl. Allah SWT berfirman: “Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah:”Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia”. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu) dari perut lebah itu keluar madu yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesung-guhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”(An Nahl, 16 :68-69).

Ayat di atas mengingatkan kita akan kebersamaan para lebah untuk menjadi contoh bagi kita, di bawah satu kepemimpinan mereka membina kesatuan, kerja sama yang sangat baik dan menghasilkan karya yang dapat dinikmati oleh manusia di antaranya madu yang bisa menjadi obat. Demikian pula, kehidupan semut pun dalam membina kebersamaan layaklah kita tiru.

Adapun manusia, di samping memiliki kecenderungan hawa nafsu untuk memenuhi kebutuhan hidup baik nafsu makan ataupun nafsu kebutuhan biologis, selain itu pula manusia diberi akal. Semestinya dengan akalnya ini manusia harus lebih bisa mengendalikan hawa nafsunya dibanding dengan binatang. Karena dengan akalnya, manusia harus bisa terbimbing untuk bisa membedakan mana yang menjadi haknya dan mana yang menjadi hak orang lain, mampu membedakan mana yang boleh dimakan dan mana yang tidak boleh dimakan, dan harus mampu pula membedakan mana yang bisa dinikmati dan mana yang tidak boleh dinikmatinya. Sesungguhnya, manusia derajatnya harus lebih baik daripada binatang.

Tetapi dalam realita kehidupan, menurut Al Madudi, kita selalu menyaksikan hampir pada setiap zaman justru sebagian besar manusia itu lebih tidak terkendali dalam memenuhi kebutuhan hawa nafsunya dibanding dengan binatang. Ini terjadi akibat dari lepasnya kendali dalam dirinya, karena akal yang seharusnya berfungsi mengendalikan hawa nafsu, namun pada prakteknya malah dikendalikan hawa nafsu. Sekan-akan tugas dan fungsi akal hanyalah memikirkan bagaimana caranya untuk memuaskan hawa nafsu. Ini semua bisa terjadi tiada lain karena tidak adanya kendali agama.

Di dalam Al Qur’an, dijelaskan bahwa manusia-manusia yang seperti ini tidak ubahnya binatang ternak bahkan jauh lebih rendah daripada binatang. Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (Al A’raaf, 7 : 179).

Mereka memiliki akal tetapi tidak dipergunakan untuk berfikir pada jalan yang benar, mereka memiliki mata tetapi tidak dipakai untuk melihat yang benar, mereka memiliki pendengaran juga tidak dipakai untuk mendengar kalimat-kalimat Allah yang seharusnya dapat menuntun hidup mereka. Akhirnya mereka tidak ada ubahnya seperti binatang bahkan lebih rendah daripada binatang.

Lebih lanjut, Al Madudi menyatakan, “Bila kita mau jujur melihat, kita tidak akan pernah menyaksikan ada sekelompok singa yang berusaha menyusun angkatan bersenjatanya untuk menyerang kelompok singa yang lain. Atau juga, kita tidak akan pernah menyaksikan ada seekor anjing yang berusaha untuk memperbudak anjing yang lain. Jujur saja, kita juga tidak akan pernah melihat ada seekor katak yang berusaha menutup mulut katak yang lain dengan tidak memberinya kesempatan untuk bersuara”. Bila dilihat dari sisi ini, ternyata hak asasi binatang (HAB) di dunia binatang itu jauh lebih terpenuhi dengan baik dibanding dengan hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan manusia.

Kata Al Madudi pula, kalau kita berbicara tentang binatang yang diberi gelar oleh manusia dengan gelar “Binatang Buas”. Padahal, sebuas-buasnya binatang tidak akan mengalahkan buasnya manusia. Sejak binatang buas dan manusia itu ada, berapa jumlah korban manusia yang pernah dimakan binatang buas dibandingkan kebuasan manusia atas manusia pada Perang Dunia I, misalnya. Bila dilhat dari sisi ini sebenarnya manusia lebih buas daripada binatang buas itu sendiri. Yakni manusia-manusia yang tidak mau mempergunakan hati, mata dan pendengaran mereka pada jalan yang benar. Mereka betul-betul termasuk, “kal an’aam” (binatang ternak), “bal hum adhallu” (bahkan mereka jauh lebih redah) daripada binatang.

Pertanyaannya, lantas hal apa yang sekiranya bisa meluruskan tingkah laku manusia yang sudah sedemikian rusak moralnya ? Jawabannya, Islamlah yang menjadi solusinya. Di dalam Al Quran dinyatakan, bahwa Rasulullah Saw ditamsilkan oleh Allah SWT sebagai sosok hamba-Nya yang memang hadir dalam kehidupan ini untuk menjadi suri teladan. Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya engkau Muhammad adalah orang yang memiliki akhlak yang sangat agung atau mulia” (Al Qalam, 68 : 4)

Rasulullah Saw sendiri menyatakan bahwa: “Sesungguhnya aku diutus oleh Allah SWT hanyalah semata-mata untuk menyempurnakan akhlak manusia” (HR. Sa’ad, Bukhari, Baihaqi dari Abu Hurairah). Oleh karena itu, kalau kita lihat risalah Islam baik itu yang menyangkut masalah akidah dan syariah maka seluruh risalah Islam ini bemuara pada pembentukan akhlak. Sehingga akan bisa menjadi ukuran bahwa seseorang itu sudah benar akidah dan ibadahnya bisa dilihat dari akhlaknya. Jadi, yang menjadi parameter atau ukurannya adalah akhlaknya. Sehinggga Ibnu Qayyim pernah menyatakan, bahwa agama itu adalah akhlak, barangsiapa yang bertambah baik akhlaknya berarti dia bertambah baik agamanya. Ini sejalan dengan hadits, di mana Rasululah Saw pernah bersabda: “Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya’ (HR. Turmudzi)

Ini adalah sebuah prinsip risalah Islam yang hadir untuk membawa manusia mencapai kepribadian atau akhlak yang mulia agar tidak terseret dalam kehidupan seperti binatang. Pertanyaannya, bagaimana cara Islam bisa membentuk itu semua ? Pembentukannya tiada lain diawali dengan pembentukan keimanan atau akidah, disadarkannya manusia tentang apa yang menjadi tujuan hidupnya. Orang yang “tidak” beragama maka jelas dia tidak akan memiliki tujuan hidupnya. Allah SWT berfirman: “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)” (Ar Ra’d, 13 : 25).

Hawa nafsu bisa membuat manusia menjadi buta matanya, tuli telinganya dan tumpul akalnya tidak bisa berfikir ke jalan yang benar. Karena hawa nafsunya sudah menjadi ilah atau tuhannya. Allah SWT berfirman: “Dan siapakah orang yang lebih sesat dari orang yang telah mengikuti hawa nafsunya tanpa petunjuk dari Allah” (Al Qashash, 28 : 50). Dalam firman-Nya pula: “Tidakkah engkau perhatikan mereka orang-orang yang telah menjadikan hawa nafsu mereka itu sebagai ilah atau tuhan” (Al Furqaan, 25 : 43)



Ayat di atas menggambarkan kondisi manusia yang hidup tanpa iman, mereka betul-betul sudah menjadikan nafsu mereka sebagai tuhannya. Maka kita tidak bisa banyak berharap akan lahir sifat-sifat kemanusiaan dari manusia-manusia seperti ini. Lebih berbahaya lagi jika orang-orang seperti ini bisa tampil sebagai pemimpin masyarakat, maka dia tidak akan peduli dengan rintihan atau jeritan orang-orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Segala macam cara untuk memperoleh kenikmatan dunia ia jalankan tanpa mau melihat lagi batasan halal dan haram.

Sebaliknya, bagi seorang mu’min tidaklah demikian. Dia akan menyadari betul apa yang menjadi tujuan hidupnya. Dia menyadari bahwa hidup di alam dunia ini bukan hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan hawa nafsunya, bahkan dia pun sadar betul bahwa hidup di alam dunia ini sendiri bukanlah merupakan tujuan. Yang menjadi tujuan hidupnya tiada lain adalah akhirat dan ridha-Nya. Allah SWT berfirman: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”(Al Qashash, 28 : 77).

Gambaran falsafah hidup seorang muslim terhadap dunia ini digambarkan oleh Allah SWT lewat firman-Nya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu ?” Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka. (Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) dan yang memohon ampun pada waktu sahur”(Ali Imran, 3 : 14-17).
READMORE...

Mukjizat Adzan

Adzan adalah media luar biasa untuk mengumandangkan tauhid terhadap Maha yang Maha Kuasa dan risalah (kenabian) Nabi Muhammad saw. Adzan juga merupakan panggilan shalat kepada umat Islam, yang terus bergema di seluruh dunia lima kali setiap hari.

Betapa mengagumkan suara adzan itu, dan bagi umat Islam di seluruh dunia, adzan merupakan sebuah fakta yang telah mapan. Indonesia misalnya, sebagai sebuah negara terdiri dari ribuan pulau dan dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

Begitu fajar fajar menyingsing di sisi timur Sulawesi, di sekitar 5:30 waktu setempat, maka adzan subuh mulai dikumandangkan. Ribuan Muadzin di kawasan timur Indonesia mulai mengumandangkan tauhid kepada yang Maha Kuasa, dan risalah Muhammad saw.

Proses itu terus berlangsung dan bergerak ke arah barat kepulauan Indonesia. Perbedaan waktu antara timur dan barat pulau-pulau di Indonesia adalah satu jam. Oleh karena itu, satu jam setelah adzan selesai di Sulawesi, maka adzan segera bergema di Jakarta, disusul pula sumatra. Dan adzan belum berakhir di Indonesia, maka ia sudah dimulai di Malaysia. Burma adalah di baris berikutnya, dan dalam waktu beberapa jam dari Jakarta, maka adzan mencapai Dacca, ibukota Bangladesh. Dan begitu adzan berakhir di Bangladesh, maka ia ia telah dikumandangkan di barat India, dari Kalkuta ke Srinagar. Kemudian terus menuju Bombay dan seluruh kawasan India.

Srinagar dan Sialkot (sebuah kota di Pakistan utara) memiliki waktu adzan yang sama. Perbedaan waktu antara Sialkot, Kota, Karachi dan Gowadar (kota di Baluchistan, sebuah provinsi di Pakistan) adalah empat puluh menit, dan dalam waktu ini, (Dawn) adzan Fajar telah terdengar di Pakistan. Sebelum berakhir di sana, ia telah dimulai di Afghanistan dan Muscat. Perbedaan waktu antara Muscat dan Baghdad adalah satu jam. Adzan kembali terdengar selama satu jam di wilayah Hijaz al-Muqaddas (Makkah dan Madinah), Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak.

Perbedaan waktu antara Bagdad dan Iskandariyah di Mesir adalah satu jam. Adzan terus bergema di Siria, Mesir, Somalia dan Sudan selama jam tersebut. Iskandariyah dan Istanbul terletak di bujur geografis yang sama. Perbedaan waktu antara timur dan barat Turki adalah satu setengah jam, dan pada saat ini seruan shalat dikumandangkan.

Iskandariyah dan Tripoli (ibukota Libya) terletak di lokasi waktu yang sama. Proses panggilan Adzan sehingga terus berlangsung melalui seluruh kawasan Afrika. Oleh karena itu, kumandang keesaan Allah dan kenabian Muhammad saw yang dimulai dari bagian timur pulau Indonesia itu tiba di pantai timur Samudera Atlantik setelah sembilan setengah jam.

Sebelum Adzan mencapai pantai Atlantik, kumandang adzan Zhuhur telah dimulai di kawasan timur Indonesia, dan sebelum mencapai Dacca, adzan Ashar telah dimulai. Dan begitu adzan mencapai Jakarta setelah kira-kira satu setengah jam kemudian, maka waktu Maghrib menyusul. Dan tidak lama setelah waktu Maghrib mencapai Sumatera, maka waktu adzan Isya telah dimulai di Sulawesi! Bila Muadzin di Indonesia mengumandangkan adzan Fajar, maka muadzin di Afrika mengumandangkan adzan untuk Isya.

Jika kita merenungkan fenomena ini dengan serius dan seksama, maka kita menyimpulkan fakta yang luar biasa, yaitu: Setiap saat ribuan muadzin —jika bukan ratusan ribu— di seluruh dunia mengumandangkan keesaan Allah yang Maha Kuasa dan kenabian Nabi Muhammad saw di muka bumi ini! Insya’allah, adzan (panggilan universal) lima kali sehari ini akan terus berlangsung sampai hari kiamat, Amin.

‘(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.’ (Ali Imran: 191)

Perluasan wilayah Islam dengan pedang ‘bermata dua’ sebagaimana disebut dalam nubuat di atas, dimulai dari penaklukan Makkah pada masa Nabi Muhammad (SAW), lalu disusul dengan jatuhnya Syria, Byzantine, Persia, Mesir, Konstantinopel, dan banyak negara lainnya, dimana kekuasaan dan kejayaan pada waktu itu ada di tangan para pengikut Muhammad SAW itu, bukan merupakan sejarah yang asing. Sementara Yahudi dan Kristen tidak dapat mengklaim sebagai pemilik nubuat tersebut, terutama mengenai Isa al-Masih
READMORE...

Menggelorakan Shalat Subuh berjamaah

Untuk menggelorakan semangat shalat subuh berjamaah di masjid-masjid yang selama ini sepi akan jamaahnya, Ustadz Muhammad Arifin Ilham bersama-sama Majelis Zikir Az-Zikra sejak setahun lalu mengadakan Gerakan Subuh Keliling dengan mengendarai motor. Maka, hampir setiap Jumat subuh, puluhan bahkan kadang lebih dari 100 motor dengan tertib konvoi menuju masjid-masjid di sekitar wilayah Depok. ”Umat Islam mayoritas, tapi minoritas yang beriman. Jadi, nggak usah pakai apa-apa kalau ingin tahu kualitas orang beriman lihat dari shalat Subuhnya,” ujar Pimpinan Majelis Az-Zikra, Ustadz Arifin Ilham, Senin.

Kepada wartawan Republika, Damanhuri Zuhri, ia menceritakan bagaimana ia membangun komunitas jamaah shalat Subuh di wilayahnya. “Tak sulit, asal ada kemauan,” ujarnya.
Berikut ini petikan wawancaranya:

Bisa dijelaskan latar belakangan Gerakan Subuh Keliling?
Latar belakang Gerakan Subuh Keliling, pertama melihat kondisi umat Islam keseluruhan saat ini. Dalam keadaan hubbud dunia (cinta dunia, red) ini seluruh aspek kehidupan mengalami krisis yang luar biasa, politik, ekonomi, sosial, budaya, bukannya dalang tapi jadi wayang. Ini satu renungan Arifin mendasar bagaimana memulainya? Maka, belajar dari metode hijrah Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW ketika hijrah, pertama yang dibangun adalah masjid. Kalau mau melangkah kebangkitan umat Islam mulai juga dari masjid. Infrastruktur negara, politik, ekonomi, sosial, budaya bahkan militer Madinah dibangun dari masjid. Langkah perdana mengembalikan umat itukepada masjid.

Dengan senangnya mereka beribadah maka, akhlak mereka akan menjadi mulia. Jadi, dua hal yang dapat dibedakan, nggak dapat dipisahkan. Kata orang yang sosialis, ”Itu hanya ritual saja.” Justru akhlak yang perdana itu, hablum minallah dan hablumminan naas. Dengan senangnya dia beribadah maka dia akan berakhlak mulia. Dan akhlak mulia itu karena dia melakukan kesenangan ibadah.

Makanya, kalau orang sudah khusyuk shalatnya hal yang tidak bermanfaat dia tinggalkan, zakat dia tunaikan, tidak mau berzinah, dia jaga kehormatan dirinya, dia tepat janji, lalu dia jaga shalat-shalatnya.



Kenapa yang dipilih Subuh?
Memulai hari itu Subuh. Dan ternyata, orang Yahudi mengukurnya Subuh. Kalau sahabat Nabi Muhammad jelas untuk mengetahui orang munafik, Subuh dia tidak shalat. Makanya, shalat yang paling berat buat orang munafik adalah Subuh dan Isya. Orang Yahudi itu tahu, makanya dia ukur dari shalat Subuh. Jika jamaah Subuh umat Islam sebanyak jamaah Jumat-nya, maka itu kebangkitan umat Islam.

Karena itu, Allah SWT, menyebutkan dalam QS At-Taubah ayat 18: ‘Hanya orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir itu adalah orang-orang yang memakmurkan masjid.” Mukmin banyak di Indonesia ini, tapi mukmin yang selalu shalat Subuh berjamaah di masjid dapat dihitung dengan jari.

Umat Islam mayoritas, tapi minoritas yang beriman. Jadi, nggak usah pakai apa-apa kalau ingin tahu kualitas orang beriman lihat dari shalat Subuhnya. Kalau, nggak shalat Subuh berjamaah di masjid, berarti belum beriman dia, tanpa alasan syar’i. Manfaat Subuh berjamaah di masjid itu menunjukkan seorang mukmin itu mujahid karena dia melawan hawa nafsunya. Dia meninggalkan rumahnya menuju rumah Allah. Luar biasa itu. Makanya saya menyebutnya ‘Mujahidin Fajar’.

Kedua, masjid itu Rumah Allah. Bandingkan, kalau kita mau masuk istana sangat susah, penjagaannya ketat. Ini rumah Allah, yang lebih dari pada sekedar istana, yang ada di depan mata, tapi kenapa berat untuk melangkah. Takdir kita di tangan-Nya, hidup mati kita di tangan-Nya, rezeki di tangan-Nya, alangkah naif kalau kita tidak mau datang kepada-Nya.

Maka itu, adzan, bukan panggilan muadzin tapi panggilan Allah. Dan itulah undangan yang paling sempurna. Selesai kumandang adzan kita seraya berdoa, Allahumma robba hadzihidda’watittammah, inilah undangan yang paling sempurna. Bisa dibayangkan kalau kita diundang raja, ini yang mengundang kita yang Maha Merajai, yang punya langit dan bumi. Makanya yang dipanggil yang bersyahadat, yang nggak bersyahadat tidak dipanggil. Jadi, jangan mencari dalil, pulang kerjanya larut malam, atau karena berangkat kerja sebelum Subuh. Kalau kita sudah niat, pasti bisa. Man jadda wajada.

Kenapa kita jadi minoritas untuk urusan ibadah?
Al-wahn, karena cinta dunia, akibatnya kita malas ibadah. Al-wahn ini tanda kelemahan iman. Kemudian, masjid itu disebut juga baitul malaikat. Jadi, setiap pintu dijaga malaikat yang mengaminkan orang yang masuk masjid. Allahummaftahli abwaba rahmatika, malaikat mengaminkan. Kemudian malaikat mengikuti dan mengaminkan doa kita di masjid, mendoakan kita selama tidak maksiat di masjid.

Begitu, kita keluar diaminkan lagi oleh malaikat. Allahumma inni as’aluka minfadlik. Malaikat mengaminkan lagi, barakna haulahu. Orang yang baru keluar dari masjid, diberkahi lagi oleh Allah, bukan hanya dia tapi siapa yang ada di dekat dia. Misalnya rezekinya, aktifitasnya, ide-idenya, perjuangannya. Apa lagi jika dia seorang da’i, dakwahnya diberkahi oleh Allah. Bila dia seorang guru, dia berwibawa. Siapa saja, istrinya, anaknya, sahabatnya.

Makanya, Ibnu Rowahah, tokoh pemikir ekonominya Rasulullah Saw, kalau berbisnis dia bukan bertanya berapa modalnya, tapi yang ditanya kamu shalat Subuh di mana? Kalau shalat Subuh di masjid, ayo kita berbisnis. Karena, beliau yakin orang yang shalat Subuh berjamaah di masjid akan membawa keberkahan dalam bisnisnya, dalam pergaulannya, dalam persahabatannya.

Ketiga, masjid itu adalah Baiturrasul. Makanya Nabi sampai akhir hayatnya selalu di masjid sampai beliau digotong ke masjid. Nggak kuat menjadi imam malah menjadi makmum. Sampai beliau bersabda, kalau umatku tahu keutamaan ke masjid, sampai merangkakpun pasti ke masjid. Cuma sayangnya yang tahu itu hanya orang yang beriman.

Keempat, masjid adalah baitul mukminin (rumahnya orang-orang mukmin). Tempat berkumpulnya orang-orang beriaman itu masjid. Dan itu mencairkan semua masalah. Sifat hasud, takabur, perselisihan, dengan dia bersama-sama ke masjid, ada ukhuwwah. Banyak masalah yang bisa diselesaikan di masjid. Masjid juga rumahnya orang-orang fakir. Maka di situ ada Baitul Mal. Makanya para dai Allah harus menjadi pelopor untuk shalat berjamaah di masjid.

Apa saran ustadz supaya orang gampang shalat Subuh berjamaah?
Azam (kemauan keras), nawaitu-nya harus kuat. Rebutlah hidayah fajar itu. Masa dihidangkan oleh Allah, hidayah-rahmat, barakah, pagi-pagi nggak mau
READMORE...

Rosulullah SAW Menolak Pegunungan Emas, Permata

Rasulullah baru saja selesai berzikir dan berdo’a ketika fatimah datang.

“Assalamu’alaika ya Rasulullah,” salam fatimah dari luar. Rasulullah segera membukakan pintu.

“Alaiki salam, kau rupanya Fatimah,” jawab Rasulullah gembira. Wajahnya selalu berseri setiap kali menyambut kedatangan putrinya itu. Dipeluknya Fatimah dengan penuh kasih sayang. Sesudah beberapa saat, Rasulullah menangkap ada kedukaan di wajah putri yang amat dicintainya itu.

“Ada apa, putriku?” tanya Rasulullah.

“Ya Rasulullah, sudah berhari-hari kami sekeluarga kelaparan. Tidak ada makanan yang kami punya,” sahut Fatimah.

Rasulullah tersenyum.

“Kemarilah, duduk di dekat Ayah,” kata Rasulullah seraya mengulurkan tangannya. Fatimah mendekat. Rasulullah memegangi tangan Fatimah. Didekatkannya tangan Fatimah ke perut Rasul.

Fatimah tersentak. Ada batu-batu di balik jubah ayahnya.
Fatimah mengangkat wajah menatap Rasulullah.

“Ayahanda…..” Tak kuasa Fatimah melanjutkan kata-katanya. Air matanya seolah menyekat tenggorokannya. Bila Rasulullah meletakkan batu-batu itu di perutnya, berarti Rasulullah dalam keadaan yang sangat lapar. Batu-batu itu untuk mengganjal agar rasa lapar tidak terlalu menyakitkan.

Rasulullah tersenyum kepada putri kesayangannya.

“Maafkan Ayah, Nak, di rumah ini pun tidak ada yang bisa dimasak,” kata Rasulullah.

Melihat senyum ayahnya yang begitu indah, Fatimah menjadi tenang. Segera ia menghapus air matanya.



Ia sangat malu sudah mengeluhkan kesusahannya. Padahal, ayahnya sendiri dalam keadaan susah. Bagi putri Rasulullah tidak baik merasa dirinya susah. Ya! Karena ia putri seorang Nabi.

Fatimah pun pulang ke rumahnya dengan perut yang tetap lapar, namun hatinya begitu bahagia.

Setelah Fatimah pulang, Rasulullah membaringkan badannya di atas sehelai tikar. Baru beberapa saat beliau memejamkan mata, terdengar suara orang mengetuk pintu. Rasulullah pun bangkit membuka pintu. “Sahabatku Umar, masuklah,” kata Rasul. Umar terkejut memandangi wajah Rasul yang tampak pucat.

“Ya Rasulullah, apakah kau sakit?” tanya Umar. Rasul menggeleng sambil tersenyum. Senyum itu segera menghapus keletihan di wajahnya.

“Duduklah!” Rasulullah mempersilakan Umar duduk diatas tikar yang tersedia. Umar baru mengetahui kalau ia sudah menganggu tidur Rasulullah. Tampak jelaslah bekas anyaman tikar di wajah Rasulullah. Beginikah tempat berbaring Rasul Allah itu? Tikar itu sudah usang. Selain benda itu, tidak ada lagi perabotan yang lainnya.

Hati Umar sedih.

“Ya Rasulullah,” katanya menahan duka,”kenapa hidupmu begitu kekurangan? Raja dan kaisar hidup dalam kesenangan dan kemewahan. Anda, Nabi dan Rasul yang besar. Kenapa menjalani hidup semiskin ini?” kata Umar dengan mata berkaca-kaca.

Rasulullah segera memotong perkataan Umar.

“Wahai Umar! Apakah jika aku tidak memiliki harta dan hidup mewah, berarti suatu kerugian bagiku? Apakah hanya karena benda-benda duniawi kita merasa kaya dan beruntung? Semua itu bukanlah sesuatu yang pantas dibandingkan,”jelas Rasulullah. Umar termangu. Tidak membantah perkataan Rasul. “Ketahuilah, suatu hari israfil datang kepadaku, menawarkan dua pilihan. Aku disuruh memilih apakah ingin menjadi nabi dan raja, atau menjadi nabi dan hamba? Lalu aku memilih menjadi nabi dan hamba,” kata Rasulullah.

Ya, Rasulullah telah memilih menjadi seorang Nabi yang tidak punya kekuasaan dalam pemerintahan. Beliau tetap rendah hati meskipun memiliki umat yang mendiami bumi ini.

“Seumpama ketika itu aku memilih menjadi nabi dan raja. Sudah pasti gunung-gunung akan berubah menjadi emas dan permata bagiku,” kata Rasul.

Umar terdiam, penuh ketakjuban terhadap sikap mulia Rasulullah.
READMORE...

Faedah Sholat Tahajud yg Mengagumkan

“Dan pada sebagian malam bertahajjudlah dengannya sebagai tambahan bagimu mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji”.(Surat al-Isra’, ayat 79)

Mengapa Allah menyuruh kita bangun ditengah malam untuk melaksanakan shalat tahajjud di tengah malam? Apa rahasia dibalik perintah Allah tersebut? Apakah betul orang-orang yang bertahajjud ditengah malam akan diangkat Allah ke tempat yang terpuji?

*Shalat Tahajjud, Stres dan Hormon Kortisol (Hormon Stres)*Siapa bilang ajaran dalam agama Islam hanya dogma dan doktrin. DR. Muhammad Soleh, dosen IAIN Surabaya, telah mampu membantah pandangan tersebut melalui desertasi yang ia pertahankan sehingga mendapatkan gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya, dengan judul “Pengaruh shalat Tahajjud terhadap peningkatan perubahan respon ketahanan tubuh imunologik: Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi”, menyimpulkan jika Anda melakukan shalat tahajjud secara rutin, benar gerakannya, ikhlas dan khusyu’ niscaya Anda akan terbebas dari penyakit infeksi dan kanker.

Desertasi ini melibatkan 41 responden siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa, hanya 23 yang sanggup yang sanggup menjalankan shalat tahajjud selama satu bulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan shalat tahajjud selama dua bulan. Shalat tahjjud dimulai pukul 2.00-3.30 wib sebanyak 11 rakaat, dengan dua rakaat sebanyak 4 kali dan ditutup shalat witir sebanyak tiga rakaat. Dan selanjutnya hormon kortisol (hormon stres) dari 19 siswa tersebut diperiksa di tiga laboratorium di Surabaya (Pramitha, Prodia dan Klinika).

Apa yang terjadi? Para siswa yang shalat tahajjud dengan rutin dan ikhlas berbeda dengan siswa yang tidak melaksanakan shalat tahajjud. Mereka yang melaksanakan shalat tahajjud tersebut memilki kadar hormon kortisol yang rendah. Hal ini menandakan mereka memiliki ketahanan tubuh yang kuat dan kemampuan individu yang tangguh sehingga mampu menanggulangi masalah-masalah sulit dengan lebih stabil.

Hormon kortisol merupakan salah satu hormon stres. Kadar hormon ini semakin meninggi ketika kita dalam keadaan stres. Dengan kadar hormon yang meninggi kita lebih mudah berbuat salah, sulit berkonsentrasi dan daya ingat kita kurang baik. Hormon ini oleh pakar kesehatan dijadikan tolak ukur untuk tingkat/derajat stres seseorang. Makin stres seseorang maka hormon kortisol semakin meninggi dalam darahnya. Hormon kortisol memiliki kadar tertinggi di waktu tengah malam hingga di waktu pagi, terutama pagi-pagi sekali (normal di pagi hari berkisar 38-690 nmol/liter, sedangkan malam-nya 69-345 nmol/liter).

Stres dan depresi menjadi penyakit yang lazim di zaman sekarang ini. Stres sebenarnya keadaan yang positif bagi kita jika digunakan dalam keadaan yang masih wajar. Jika berlebihan maka kadar hormon adrenalin dan hormon kortisol akan meningkat sehingga menganggu sistem kekebalan tubuh yang akhirnya kita mudah terkena infeksi, penyakit maag, asma, dan memperburuk penyakit degenaratif kronis (kanker, diabetes, rematik dan lain-lain).

Dengan shalat tahajjud yang dilakukan secara rutin, ikhlas dan khusyu’akan mampu menciptakan karakter baru serta tangguh bagi pelaksananya, sehingga kita akan memiliki persepsi dan motivasi yang positip yang nantinya akan terhindar dari stres. Mungkin itulah maksud firman Allah pada surah Al-Isra’, ayat 79 diatas tentang diangkatnya para pelaksana shalat tahjjud ke tempat yang terpuji. Allahua’lam.

*Mengapa Harus Tengah Malam?*Kata tahajjud terambil dari kata hujud yang berarti tidur. Kata tahajjud dipahami oleh al-Biqai dalam arti tinggalkan tidur untuk melakukan shalat. Shalat ini juga dinamakan Shalat Lail/Shalat Malam, karena ia dilaksanakan di waktu malam yang sama dengan waktu tidur. Shalat ini terdiri dari dua sampai dengan delapan rakaat.

Apa rahasia bangun di tengah malam untuk shalat tahajjud? Hal ini telah dijawab Allah pada surat al-Muzzammil, ayat ke 6-7, berbunyi: “Sesungguhnya bangun di waktu malam, dia lebih berat dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya bagimu di siang hari kesibukan yang panjang.”

Dari ayat tersebut ada dua hal yang begitu mengesankan kita. Pertama, sengaja untuk bangun malam. Kedua, bacaan di malam hari memilki efek dan dampak yang lebih mengesankan. Sengaja bangun malam hanya bisa dilakukan oleh orang memiliki niat yang kuat pula. Niat yang yang kuat pasti didorong oleh motivasi yang kuat, sehingga pekerjaan tersebut akan dilakukan dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh.



Shalat tahajjud dilakukan setelah tidur. Apa manfaatnnya pula? Bangun tidur pasti pikiran kita lebih fresh-segar. Bayangkan dalam satu hari, jantung kita berdetak sebanyak 100.000 kali, darah kita mengalir melalui 17 juta mil arteri, urat darah halus dan juga pembuluh-pembuluh darah. Tanpa kita sadari rata-rata sehari kita berbicara 4.000 kata, bernafas sebanyak 20.000 kali, menggerakkan otot-otot besar sebanyak 750 kali, dan mengopersikan 14 milyar sel otak.

Manusia perlu istirahat. Dan tidur adalah istirahat yang sangat baik menurut ilmu kesehatan. Dengan tidur berarti terjadi proses pemulihan sel tubuh, penambahan kekuatan dan otak kita kembali berfungsi dengan sangat baik. Tak heran kalau Allah berkehendak agar shalat tahjjud dikerjakan setelah tidur. Kurang baik jika dilakukan langsung setelah kita begadang malam. Dengan pikiran yang fresh akan membantu kita untuk lebih khusyu’ memaknai ayat-ayat Allah yang kita baca.

Bacaan di malam hari lebih mengesankan dibandingkan di siang hari, mengapa demikian? Pernahkan kita mengingat orang atau teman kita yang hobinya bermain break-breakan (orari). Mereka lebih senang akan memilih berkomunikasi di malam hari kira-kira mulai pukul 02.00-04.00 tengah malam. Kalau kita tanya kenapa mereka suka ngebreak di waktu tersebut, mereka menjawab suara yang dihasilkan di waktu itu lebih cukup bagus dan jernih, walaupun daya jangkaunya sangat jauh. Berbeda dengan siang hari suara breaker tidak begitu jelas banyak frekuensi lain yang menganggu.

Ini menandakan bangun di tengah malam dan bershalat tahajjud sangat baik untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Dan komunikasi yag kita lakukan semuanya berbasis pada pancaran energi. Penulis punya pengalaman menarik terhadap seseorang yang berumur setengah baya ketika berbicara dalam sebuah forum, dimana tutur katanya begitu santun didengar, wajahnya penuh percaya diri dan enak untuk dipandang, memiliki karakter yang kuat untuk mempengaruhi orang yang berinteraksinya dengannya. Pada sebuah kesempatan penulis bertanya :”Apa kira-kira rahasia kelebihan yang saudara miliki selama ini?”. Ia menjawab dengan singkat dan santun,”Disiplinkan diri dengan bershalat tahajjud!”.

*Meditasi dan Tahjjud*Meditasi berarti keheningan, diam dan kesendirian. Keheningan muncul apabila pikiran sadar kita telah berhenti sepenuhnya. Diam berarti berhentinya aktivitas fisik sedangkan kesendirian berati kita harus melakukanya sendiri tanpa bantuan, tuntutan, atau kehadiran orang lain.

John Kehoe, penulis buku terlaris ‘Mind Power’ pernah melakukan tapa brata dengan menyingkirkan diri dari hiruk piruk dunia, kemudian menyepi didalam hutan untuk melakukan meditasi. Hal ini ia lakukan untuk menembus batas kesadaran tertinggi atau lapiasan terdalam pikiran bawah sadarnya melalui kesunyian dan pencarian diri.

Banyak dari mereka melakukan metoda meditasi lewat relaksasi senam ringan, olah napas, pindah ketempat yang sunyi dengan menghidupkan kaset-kaset, CD pencerahan. Bahkan ada yang menggunakan aroma terapi wewangian, tak heran terlalu besar biaya yang dikeluarkan hanya untuk bermeditasi saja.

Padahal Allah telah memberikan jalan alternatip ke kita pada 14 abad yang lalu untuk lebih dekat dengan-Nya lewat pelaksanaan shalat malam, karena shalat adalah salah satu bentuk meditasi. Selama ini kita terjebak pada belenggu diri kita sendiri yang menjadikan shalat sebagai kewajiban semata bukan sebuah kebutuhan, kalau tidak shalat akan masuk neraka, terkesan Tuhan yang membutuhkan kita. Ironis.

Padahal untuk melakukan shalat tahjjud kita tak perlu ke hutan, mengasingkan diri, cukup bangun di tengah malam kemudian berwudu’ (bersuci) secara sederhana menurut rukun dan syaratnya. Tak perlu biaya mahal, hanya perlu tempat dan sajadah yang bersih.

*Kesimpulan*Jika kita melaksanakan shalat tahajjud secara rutin, benar gerakannya, ikhlas dan khusyu’ akan memiliki daya tahan tubuh yang kuat, sehingga tidak mudah stres ketika menghadapi problematika kehidupan. Dengan shalat tahajjud pasti hati kita akan semakin lembut, jernih dan berenergi tinggi, sehingga bacaan shalat beserta hikmah-hikmah yang terkandung mengalir deras dalam relung-relung jiwa kita dan menjadi pelita hidup di kemudian hari. Semoga Allah mengangkat kita ke tempat yang terpuji.
READMORE...

Cacatnya Wanita Penghuni Dua Surga

Dulu, saat masih kuliah S.1 di Jurusan Hadits, Fakultas Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, Kairo ia pernah ditawarkan dengan seorang mahasiswi oleh temannya yang telah menikah. Tapi saat itu ia menolak tawaran tersebut. Obsesinya untuk menyelesaikan S.2 lebih kuat mengalahkan keinginan untuk menikah. Namun kini, ia merasa dirinya harus segera menyempurnakan separuh agamanya. Ia membutuhkan seorang pendamping yang menjadi tempatnya berlabuh dan menumpahkan berbagai cerita dan gelisah jiwanya. Apalagi desakan dari Ibunya membuatnya tidak lagi bisa berdiam diri.

Ia sendiri heran, kenapa dorongan untuk menikah serasa kuat menyesak di rongga dadanya. Apakah saatnya telah tiba? Ia mencoba untuk banyak berpuasa, tapi puasa itu seakan tak mampu menundukkan gejolak itu. Berat. Hampir setiap malam ia menangis. Mengadukan perasaannya pada Sang Pencipta. Menumpahkan segala sesak di dada. Ia berdoa dalam tahajudnya yang panjang. Mengharap belas kasih dan curahan rahmat dari Sang Pemilik Jiwa.


"Selamat ya Fuad atas prestasi yang kamu raih dalam lomba Jaizah Dubes kemaren. Kapan jadi berangkat ke Australia?" Sapa Ustadz Jalal pada Fuad ketika Fuad berkunjung ke rumahnya.
"Insya Allah tanggal 14 Juli nanti, Ustadz."
"Insya Allah, semoga urusannya lancar dan perjalanan kamu diberkahi Allah."
"Amin, syukran doanya Ustadz."
"Sama-sama akhi. Apa kesibukan kamu sekarang?"
"Fokus merampungkan Tesis S.2. Saya punya target tahun depan sudah bisa di-munaqasyahkan, insya Allah."
"Insya Allah, akhi. Saya kagum dengan semangat dan kegigihanmu menuntut ilmu. Dalam usia yang masih muda, kamu akan menyelesaikan S.2-mu."
"Biasa saja Ustadz. Belum sepadan dengan prestasi yang pernah Ustadz raih," balas Fuad penuh senyum.

"Kamu terlalu merendah Akhi, saya senang bisa mengenalmu. Jarang lho di Al-Azhar ada mahasiswa yang bisa menyelesaikan S.2-nya pada usia 26 tahun."
"Seharusnya saya yang merasa senang bisa berkenalan dengan kandidat Doktor Jurusan Tafsir di Universitas Al-Azhar," jawab Fuad tak mau kalah.
"Ah, kamu terlalu berlebihan memuji saya akhi. Begini Akhi, mungkin lansung saja ya pada inti pembicaraan. Saya diberi amanah oleh kakak saya di Indonesia untuk mencarikan calon suami untuk anaknya. Selama ini saya mengamati mahasiswa-mahasiswa yang saya kenal termasuk akhi. Setelah saya coba pikirkan dan bicarakan dengan istri saya, saya melihat akhi orang yang tepat."
"Afwan Ustadz, saya kira Ustadz keliru dan terlalu berlebihan menilai saya. Saya hanya orang yang biasa saja."

"Tidak Akhi. Penilaian ini bukan asal-asalan. Tapi setelah sekian lama saya mengamati kehidupan Akhi. Kalau akhi berminat dan telah punya keinginan untuk menikah, kita bisa bicarakan lebih lanjut."
"Apakah calon yang wanitanya di Indonesia Ustadz?"
"Tidak, dia kuliah di Jurusan Syariah Islamiyah, tingkat tiga."
"Apa saya mengenalnya Ustadz?"
"Mungkin tidak. Sangat beda dengan akhi, kalau akhi seorang aktivis dia sebaliknya. Tidak banyak yang mengenalnya."
"Apa dia sendiri telah siap menikah Ustadz?"
"Insya Allah, kalau dia gak ada masalah. Ia selalu menuruti keinginan orang tuanya. Dia anak yang penurut. Kalau akhi bagaimana, apa sudah punya calon?"
"Belum Ustadz."
"Berarti pas sekali," tanggap Ustadz Jalal penuh riang dan menunjukkan wajah cerah.
"Tapi Ustadz, saya butuh waktu untuk mencerna dan mempertimbangkannya. Saya belum bisa memberi jawaban sekarang. Saya butuh waktu seminggu untuk memberi jawaban pada Ustadz."
"Tidak mengapa akhi. Saya bisa maklum. Silahkan ditimbang dulu dengan matang. Jika akhi menyetujui saya sangat senang sekali. Namun bila sebaliknya, tidak mengapa, saya akan mencoba menawarkan pada yang lain."
"Insya Allah Ustadz, akan saya istikharahkan pada Allah, semoga Allah menunjukkan yang terbaik, amin."
"Amin."



"Alhamdulillah, akhirnya amanah ini tersampaikan juga. Saya sangat senang sekali. Selamat Fuad kamu akan menikah sebentar lagi."
"Doanya Ustadz, semoga saya bisa mengemban amanah ini dengan baik."
"Amin, semoga Allah selalu memberkahi kalian nantinya, amin. Fuad, ada satu hal yang sangat penting untuk kamu ketahui, calon istrimu itu cacat."

Fuad sangat terkejut.
"Cacat maksud Ustadz bagaimana?"
"Cacat pendengaran, penglihatan, lisan, kedua tangan dan kedua kaki. Terkadang sering berbicara sendiri dan juga sering menangis tanpa sebab. Bagaimana, apa kamu sudah yakin dengan keputusanmu?"
Fuad diam sejenak. Ia terlihat memikirkan sesuatu. Tak lama kemudian ia menjawab.

"Insya Allah, saya siap Ustadz," jawabnya dengan mantap.
"Ini keputusanmu?"
"Ini bukan keputusan saya Ustadz, tapi keputusan Allah. Saya telah meng-istikharahkan dan saya rasakan hati saya mantap dan teguh dengan pilihan ini. Saya yakin Allah lebih mengetahui apa yang terbaik untuk saya."

"Apa kamu tidak menyesal dengan pilihan yang telah kamu ambil?"
"Tidak Ustadz, sama sekali tidak. Bagi saya, pilihan Allah lebih baik dan mulia. Walau secara zahir itu berat dan mungkin menyakitkan, tapi saya rela dan ikhlas. Insya Allah ada pahala dan kebaikan disana menanti. Saya teringat ketika Nabi Ibrahim harus dilemparkan ke dalam api, saat itu beliau tidak gusar dan tidak takut sedikitpun, karena Allah selalu bersama hamba-Nya yang berserah pada-Nya. Atau ketika Nabi Ibrahim harus meninggalkan istri dan anaknya di padang pasir yang tandus demi memenuhi seruan Allah."

"Saya kagum dan bangga padamu Fuad. Sebenarnya sejak awal saya ingin menceritakan padamu kondisi calonmu itu. Tapi, saat itu saya lupa untuk menyampaikannya. Maafkan atas kealpaan saya tersebut."
"Tidak mengapa Ustadz, semuanya sudah terjadi, dan sebagai seorang hamba Allah kita wajib menerima kehendak takdir. Barangkali dalam takdir Allah saya harus menikah dengan seorang wanita yang cacat. Saya ikhlas Ustadz. Mungkin disana pula sumber pahala saya dari Allah. Berkhidmah pada hamba-Nya yang cacat."

"Tapi apakah akhi tidak mencoba mencari wanita lain yang lebih baik dan sempurna?"
"Sebenarnya pada saat Ustdaz menawarkan anak dari kakak Ustadz pada saya, dua hari sebelumnya saya juga ditawarlan oleh teman saya, bahwa teman istrinya juga lagi mencari calon suami. Dan sebelumnya juga ada tawaran. Karena itu saya meminta pada Ustadz agar memberi saya waktu satu minggu untuk istikharah. Karena ada tiga wanita yang akan saya istikharahkan. Saya perlu waktu yang lama untuk memikirkan dan memutuskan dengan matang."

"O begitu, saya baru paham. Kekuatan apa lagi yang menguatkan langkahmu untuk menjatuhkan pilihan pada anak kakak saya tersebut?"
"Istikharah dan mimpi kedua orang tua saya Ustadz. Kami mengalami mimpi yang sama dan merasakan ketentraman serta kemantapan hati yang sama."
"Saya kagum padamu akhi, saya merasa tidak salah memilih dan menilai selama ini. Akhi adalah orang yang tepat. Semoga Allah merahmati hidupmu dan keluarga yang akan akhi bina nantinya, amin," ucap Ustadz Jalal dengan wajah berbinar-binar.


Satu minggu berlalu setelah pernikahan, Fuad menemui Ustadz Jalal Fakhruddin di rumahnya, di Bawwabah Tiga.

"Bagaimana kabarnya Fuad? Kamu terlihat sangat cerah dan lebih segar sekarang."
"Alhamdulillah Ustadz. Segala puji bagi Allah atas nikmat yang Ia curahkan."

"Ada yang ingin saya tanyakan tentang cerita Ustadz kemaren. Ustadz mengatakan bahwa istri saya cacat pendengaran, penglihatan, lisan, kedua kaki dan tangan. Sering berbicara sendiri dan kadang suka menangis tanpa sebab. Saya telah mengetahui dua jawaban yang terakhir. Saya menyadari bahwa istri saya memang sering terlihat seolah berbicara sendiri. Awalnya saya heran. Tapi setelah saya tanyakan dan mendengar dari dekat, ia tengah berzikir, menyebut nama Allah, terkadang bershalawat pada Rasulullah, dan membaca al-Quran. Saya perhatikan ia melakukannya setiap hari, setiap waktu, tanpa henti. Sewaktu menyapu rumah, mencuci piring, menjemur pakaian, memasak, lisannya seolah tak pernah berhenti berzikir. Begitu juga saat bepergian ke luar rumah. Adapun yang Ustadz katakan, bahwa ia terkadang sering menangis tanpa sebab, saya hampir mendapati itu tiap hari juga. Ketika saya tanyakan, ia menjawab bahwa ia teringat akan dosa-dosanya pada Allah, takut jika amalnya tidak diterima, teringat azab dalam kubur, mahsyar, hari penghisaban, shirat dan siksa neraka. Jika teringat akan hal itu air matanya sering meleleh. Itulah yang saya ketahui. Sedangkan cacat pendengaran, penglihatan, lisan, kedua tangan serta kaki itu, saya tidak mendapatkan. Saya perhatikan semuanya baik dan sehat."

"Akhi Fuad, alhamdulillah akhi telah menemukan jawabannya. Sedangkan maksud saya cacat pendengaran adalah, telinganya tidak pernah mendengarkan perkataan yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Tidak pernah mendengarkan musik dan segala lagu-lagu yang merusak iman dan jiwa. Sesungguhnya yang selalu menjadi penghibur dirinya adalah al-Quran dan nasehat-nasehat para ulama. Cacat penglihatan adalah tidak pernah melihat pada yang haram, seperti menonton film yang di dalamnya syahwat diumbar, bisa saya katakan, matanya selalu terjaga dari melihat segala hal yang mengudang dosa dan maksiat. Dan cacat lisan adalah ia tidak pernah berinteraksi dengan laki-laki, baik melalui sms, telpon, chating di YM, di FB dan seterusnya. Ia sangat menjaga hubungan dengan lawan jenis. Lisannya terjaga dari komunikasi dengan lawan jenis. Adapun cacat tangan adalah tidak pernah berbuat yang nista dan tercela. Sedangkan cacat kaki adalah selalu terjaga dari menempuh tempat-tempat maksiat. Selama di Mesir kakinya hanya melangkah untuk ke mesjid, majlis-majlis ilmu, bersilaturahmi, tidak pernah pergi ke warnet, mengikuti acara-acara yang di dalamnya bercampur laki-laki dan perempuan. Begitulah akhi, penjelasan singkatnya. Nanti setelah hidup lebih lama dengannya akhi akan banyak mengetahui tentang dirinya."

"Saya bersyukur Ustadz, inilah rupanya rahasia di balik petuntuk yang Allah berikan, dan hasil dari istikharah saya selama ini dan juga mimpi saya. Saya melihat dalam mimpi sebuah cahaya yang begitu terang, meneduhkan, menyejukkan, dan beraroma harum seperti kasturi."

Air mata Fuad menetes penuh bahagia, ia lalu bersujud syukur. Ia telah dikaruniai seorang wanita sorga yang dihadirkan Allah ke bumi. Wanita yang selalu menjadi buah bibir penduduk langit karena ketaatannya. Ia teringat dengan hadits Rasulullah. Walau di bumi istrinya tidak dikenal banyak orang tapi di langit, ia yakin istrinya selalu disebut dan didoakan oleh para malaikat.
READMORE...

Rutinitas Sedekah Pagi Rosulullah SAW yg Menakjubkan !!

Alkisah, hiduplah Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta hari demi ia lalui dengan selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya".

Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayah engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja". "Apakah Itu?",tanya Abubakar r.a. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.



Ke esokan harinya Abubakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abubakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abubakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.... Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar r.a.

Dari kisah diatas kita dapat ketahui betapa mulianya sifat nabi Muhammad yang suka menolong sekalipun kepada pengemis yahudi yang selalu menghinanya. Beliau tidak marah malah sebaliknya beliau menunjukkan kecintaannya kepada orang yang membencinya. Semoga ini kisah ini bisa menjadi teladan untuk kita berbuat baik kepada siapapun sekalipun kepada orang yang membenci kita.
READMORE...

Dibalik Kebencian terhadap Rosulullah SAW

Karena akhlaknya, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dicintai dan dihormati segenap kalangan. Tua-muda, laki-perempuan semua sangat terkesan dengan pribadi agungnya. Kemuliaan kepribadian Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bukan baru hadir setelah beliau diangkat Allah menjadi Nabi. Bahkan sejak masa jahiliyah masyarakat musyrik Quraisy Mekkah menjuluki beliau dengan ”Al-Amin” (laki-laki terpercaya). Hal ini bahkan diabadikan di dalam firman Allah:

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

’Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS Al-Qolam ayat 4)

Namun siapapun yang mengenal sejarah hidup Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pasti tahu bahwa dalam hidupnya beliau juga memiliki musuh. Dan tidak sedikit di antaranya yang sedemikian benci kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sehingga berniat membunuh manusia mulia ini. Sehingga muncullah suatu pertanyaan di dalam benak fikiran kita. Jika akhlak Nabi shollallahu ’alaih wa sallam diakui sedemikian mulia, lalu mengapa beliau masih mempunyai musuh? Mengapa masih ada manusia yang berniat membunuhnya jika semua orang sepakat bahwa akhlak beliau sedemikian mengagumkan?

Saudaraku, hal ini hanya menggambarkan kepada kita bahwa sesungguhnya ada hal lain yang jauh lebih utama daripada perkara akhlak yang menyebabkan manusia menjadi siap bermusuhan dengan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Hal itulah yang dinamakan dengan ”Al-Aqidah” atau keimanan. Siapapun orang yang memusuhi Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam pastilah orang yang tidak suka dengan ajaran aqidah atau keimanan yang dibawakannya. Mereka tidak bisa memungkiri kemuliaan akhlak Nabi shollallahu ’alaih wa sallam, namun mereka sangat tidak suka dengan ajaran aqidah Tauhid yang Nabi shollallahu ’alaih wa sallam da’wahkan kesana-kemari. Sebab menurut mereka, ajaran Tauhid mengancam eksistensi ajaran mereka. Ajaran mereka, yaitu kemusyrikan, menyuarakan eksistensi banyak ilah (tuhan), sedangkan ajaran aqidah Tauhid menegaskan hanya ada satu ilah di muka bumi yaitu Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Lalu seseorang yang berikrar syahadat Tauhid diharuskan mengingkari eksistensi berbagai ilah lainnya untuk hanya menerima dan mengakui Satu ilah saja.

Sehingga dalam catatan Siroh Nabawiyyah (sejarah perjuangan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam) kita sempat menemukan bagaimana paman Nabi, yakni Abu Tholib, diminta oleh para pemuka Musyrik Quraisy untuk melobi Nabi shollallahu ’alaih wa sallam agar mau menghentikan seruan da’wah Tauhid-nya dengan imbalan apapun yang diinginkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam. Tetapi apa jawaban Nabi shollallahu ’alaih wa sallam terhadap permintaan mereka?

”Demi Allah, hai Pamanku...! Jika mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud agar aku meninggalkan urusan ini, maka saya tidak akan melakukannya, sampai Allah memenangkannya atau aku hancur dalam melaksanankannya...!”

Pada dasarnya seruan Tauhid inilah seruan abadi para Nabi dan Rasul utusan Allah. Umat manusia sepanjang zaman didatangi oleh para Nabi dan Rasul secara bergantian dengan membawa misi mengajak manusia agar menghamba semata kepada Allah dan menjauhi Thoghut.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

’Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu". (QS An-Nahl ayat 36)

Sebelum para Nabi dan Rasul mengajarkan apapun, mereka senantiasa mendahulukan pengajaran akan hakikat fundamental pengesaan Allah. Tiada gunanya segenap amal-sholeh dan amal-ibadah diajarkan kepada manusia jika tidak dilandasi sebuah pemahaman sekaligus keyakinan mendasar akan keesaan Allah. Bahkan Al-Qur’an menggambarkan bahwa hakikat kebencian kaum kafir hingga tega menyiksa sesama manusia lainnya ialah dikarenakan manusia lain itu memiliki keimanan akan keesaan Allah semata.


وَمَا نَقَمُوا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْ يُؤْمِنُوا بِاللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ

الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

”Dan mereka tidak menyiksa orang-orang mu'min itu melainkan karena orang-orang mu'min itu beriman kepada Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS Al-Buruuj ayat 8-9)



Inilah hakikat permusuhan dan konfrontasi di dunia. Permusuhan yang sesungguhnya ialah permusuhan karena pertentangan aqidah bukan yang lainnya. Seorang mu’min sepatutnya menyadari bahwa Nabi kita yang mulia akhlaknya itu tidak pernah dibenci lantaran akhlaknya. Namun setiap bentuk kebencian dan permusuhan yang diarahkan kepada beliau senantiasa bertolak dari ketidak-relaan manusia untuk menerima sekurang-kurangnya mentolerir keberadaan aqidah Tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam.

Maka sudah sepantasnya kita selalu introspeksi dan evaluasi diri. Jika dalam kehidupan ini kita ternyata dimusuhi manusia, maka jangan bersedih dulu. Sebab Nabipun pernah dimusuhi. Namun selanjutnya kita perlu lihat, apakah manusia memusuhi kita lantaran akhlak kita atau aqidah kita. Jika ternyata kita dibenci lantaran akhlak kita, maka sudah sepatutnya kita ber-istighfar dan memperbaiki diri. Karena Nabi shollallahu ’alaih wa sallam tidak pernah dibenci manusia lantaran akhlaknya. Namun jika kita dibenci lantaran aqidah kita, maka sepatutnya kita bersyukur dan bersabar. Sebab Nabi shollallahu ’alaih wa sallam dan para sahabatnya-pun dibenci karena aqidahnya. Itupun dengan satu catatan, yaitu kita selama ini memang sudah terus-menerus berusaha meluruskan dan mengokohkan aqidah Tauhid kita setiap hari. Semoga saudaraku...


وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)
READMORE...

Kisah Bangun Pagi Menuju Keberkahan Rejeki

Saya dan suami punya kebiasaan yang lain lagi dalam menyambut pagi. Saya biasanya dilanda kebingungan akan menu makanan yang akan saya masak hari ini, khususnya jika daftar menu lupa saya susun sebelumnya. Tidak jarang, melihat tumpukan baju kotor yang harus dicuci, juga tumpukan peralatan makan di dapur, rasanya badan ini malas bergerak. Apalagi musim hujan nan dingin seperti sekarang. Tak perlu melihat tumpukan cucian pun, pagi hari biasa disambut dengan bermalas-malasan. Ingin rasanya kembali ke balik selimut, menunggu matahari yang masih malu-malu muncul. Suami saya, seringkali lebih semangat menyambut hari baru di pagi hari, tapi juga tidak jarang bermalas-malasan di pagi hari yang dingin.

Jika melihat anak pertama kami sudah bangun dan melakukan aktivitasnya sendiri dengan semangat, rasanya malu juga. Seharusnya saya memberi contoh yang lebih baik. Bukannya memilih bermalas-malasan daripada segera melakukan aktivitas yang menjadi tanggung jawab saya. Tapi seringnya, malu itu dikalahkan rasa malas. Padahal, dalam pagi hari ada keberkahan. Seperti pepatah di kalangan orang Arab yang menyebutkan bahwa berkah itu ada di waktu pagi, albarakatu fi bukuriha.

Waktu pagi, memang menyimpan banyak keutamaan. Salah satunya adalah keutamaan zikir pagi yang dianjurkan untuk memperoleh banyak rahmat Allah SWT. “Dan sebarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan mereka pada waktu pagi dan petang untuk mengharapkan keridhaan-Nya” (Al-Kahfi; 28).

Waktu pagi adalah waktu pergantian tugas malaikat malam dan siang. Rasulullah menjelaskan dalam haditsnya bahwa waktu shubuh adalah masa di mana para malaikat malam naik ke langit digantikan dengan malaikat siang. Sungguh terasa indah jika saat-saat pergantian malaikat itu, kita sedang berada dalam kondisi taat kepada Allah swt.

Namun apa yang terjadi? Biasanya saya lebih memilih untuk bermalas-malasan. Menjalankan sholat shubuh dengan terkantuk-kantuk kemudian bermalas-malasan menunggu matahari muncul adalah hal yang tidak jarang saya lakukan. Astaghfirullahaladziim..



Waktu-waktu shubuh di pagi hari adalah waktu yang oleh para ulama dianggap sebagai waktu terbaik untuk mendalami suatu ilmu. Suasana pagi yang tenang membuat konsentrasi dan kemampuan memahami meningkat. Ibnu Jarir Ath Thabari, yang mampu menulis sebanyak empat puluh halaman setiap hari selama empat puluh tahun terakhir masa usianya, melakukan murajaah akan ilmu dan ide-ide yang akan dituangkan dalam tulisannya di awal-awal shubuh. Lukman Al-Hakim pun mengingatkan anaknya tentang kemuliaan pagi dan mudahnya akal menyerap ilmu dengan mengatakan, “Jangan sampai ayam jantan lebih cerdas darimu. Ia berkokok sebelum fajar, sementara kamu masih mendengkur tidur hingga matahari terbit.”

Lihatlah! Pagi tak pernah bosan menyapa kita kecuali Allah menentukan takdirnya yang lain. Suasana pagi tetaplah penuh dengan kesegaran dan kesejukan. Suasana pagi selalu membawa harapan bagi diri. Selamat pagi! Saya ingin selalu menyapa pagi dan menjadikannya momen yang baik untuk memperbaiki diri. Mudah-mudahan..

Wallahu’alam bishshowab
READMORE...

Kisah Lelaki Ahli Sedekah

Laki-laki itu. Tak satu pun pedagang dan peminta sumbangan yang melewatkan mejanya. Karena jika mereka menghampirinya, pasti akan ada sesuatu yang mereka terima. Tak pernah mereka pergi dengan tangan kosong. Seorang gadis kecil berjilbab, kulihat sering berkunjung dan keluar dari ruangannya menggenggam amplop.

Laki-laki itu. Adalah biasa baginya makan rujak dari bungkus yang sama dengan anak buahnya. Tak pernah menjadi masalah baginya bertanya,”Ada yang bawa kue/oleh-oleh, ya?“ dan kemudian mencomotnya. Sebagaimana tak masalah pula ketika para staf meminta dibelikan rujak atau makanan. Lembaran rupiah pun dengan ringan melayang.

Laki-laki itu. Ruang kerjanya terbuka untuk siapa saja. Tak ada istilah ruangannya adalah tempat istimewa yang tak boleh dijamah siapa pun. Tak ada kesan kebirokratisan sehingga anak buah dan rekan kerja menjadi sungkan. Hingga semua fasilitas di sana dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh anak buah: komputer, telepon, internet, bahkan bangku tamu pun dapat dijadikan tempat rapat, atau sekedar istirahat.

Laki-laki itu. Berbincang dan bercanda adalah salah satu kebiasaannya. Bahkan saling ledek dengan staf pun sesuatu yang biasa. Baginya tak ada bos dan bawahan. Karena semua adalah tim kerja, jabatan hanyalah sarana untuk mencapai tujuan lembaga. Maka dirinya menjadi dekat dengan siapa saja -dari pejabat hingga office boy- tanpa harus kehilangan wibawa.

Laki-laki itu. Adalah kebetulan aku sedikit mengenal keluarganya. Dan karenanya aku tahu bagaimana rumahnya menjadi tempat berlabuh bagi banyak orang. Dan karenanya aku tahu, bahwa ia adalah seorang yang ringan tangan, ringan hati dan dermawan terhadap sesama. Pertama kali aku mengunjungi tempat tinggalnya, aku sempat terpana: rumah itu terlalu sederhana untuk seorang ia. Namun toh, rumah itu telah pernah menjadi tempat singgah begitu banyak jiwa.



Laki-laki itu. Berbincang dari hati ke hati dengannya bukan sekali dua saja kulakukan. Sejak pertama kali aku mengenalnya sekitar 6 tahun yang lalu, saat ia menjadi pejabat level paling bawah di kantorku, ia sudah menjadi seseorang yang cukup dekat denganku, termasuk dengan staf-staf lain tentunya. Kedekatan dan keakraban itu bahkan hingga taraf konsultasi kehidupan pribadi. Bahkan pernah ada saat-saat ia membuatku menangis dengan menanyakan hal-hal yang terkait dengan kehidupan pribadi. Dan sejak itu, ia terus menjadi salah satu bagian hidupku di dunia kantor.

Laki-laki itu. Postur tubuhnya ideal. Gerak geriknya gesit. Usianya belum lagi 40 tahun meski rambutnya nyaris telah memutih semua, (mungkin) karena banyak berpikir keras. Dalam enam tahun itu, karirnya terus menanjak, sedang banyak orang lainnya masih tetap sama seperti sebelumnya, termasuk diriku. Dalam enam tahun itu, ia terus berkembang, dipercaya oleh banyak pihak dan kemudian menjadi seseorang yang terpercaya.

***

“Nduk! Piye kabarmu sak wise kawin?” Laki-laki itu dengan to the point menyampaikan pertanyaan itu begitu aku duduk di depan mejanya. Beberapa saat sebelumnya, ia melambaikan tangan memanggilku ketika aku lewat, meski aku bukan lagi anak buahnya. Panjang lebar, aku becerita tentang kondisi terakhirku setelah sebulan menikah. Dan dari lisannya kemudian mengalir nasehat-nasehat panjang tentang pernak-pernik pernikahan yang kudengar baik-baik meski sekali-kali kami timpali dengan canda. Itulah saat terakhir aku berbincang cukup banyak dengannya.
READMORE...

Kedermawanan Rosulullah SAW yang luarbiasa

Sayyidina Umar bin Khattab bercerita, suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW untuk meminta-minta, lalu beliau memberinya. Keesokan harinya, laki-laki itu datang lagi, Rasulullah juga memberinya. Keesokan harinya, datang lagi dan kembali meminta, Rasulullah pun memberinya. Keesokan harinya, ia datang kembali untuk meminta-minta, Rasulullah lalu bersabda, “Aku tidak mempunyai apa-apa saat ini. Tapi, ambillah yang kau mau dan jadikan sebagai utangku. Kalau aku mempunyai sesuatu kelak, aku yang akan membayarnya.””

Umar lalu berkata, “Wahai Rasulullah janganlah memberi diluar batas kemampuanmu.” Rasulullah tidak menyukai perkataan Umar tadi. Tiba-tiba, datang seorang laki-laki dari Anshar sambil berkata, “Ya Rasulullah, jangan takut, terus saja berinfak. Jangan khawatir dengan kemiskinan.” Mendengar ucapan laki-laki tadi, Rasulullah tersenyum, lalu beliau berkata kepada Umar, “Ucapan itulah yang diperintahkan oleh Allah kepadaku.” (HR Turmudzi).

Jubair bin Muth’im bertutur, ketika ia bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba orang-orang mencegat beliau dan meminta dengan setengah memaksa sampai-sampai beliau disudutkan ke sebuah pohon berduri.

Kemudian salah seorang dari mereka mengambil mantelnya. Rasulullah berhenti sejenak dan berseru, ”Berikan mantelku itu! Itu untuk menutup auratku. Seandainya aku mempunyai mantel banyak (lebih dari satu), tentu akan kubagikan pada kalian (HR. Bukhari)

Ummu Salamah, istri Rasulullah SAW bercerita, suatu hari Rasulullah masuk ke rumahku dengan muka pucat. Aku khawatir beliau sedang sakit. “Ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begini?” tanyaku.

Rasulullah menjawab, ”Aku pucat begini bukan karena sakit, melainkan karena aku ingat uang tujuh dinar yang kita dapat kemarin sampai sore ini masih berada di bawah kasur dan kita belum menginfakkannya.” (HR Al-Haitsami dan hadistnya sahih).

Aisyah berkata, suatu hari, ketika sakit, Rasulullah SAW menyuruhku bersedekah dengan uang tujuh dinar yang disimpannya di rumah. Setelah menyuruhku bersedekah, beliau lalu pingsan. Ketika sudah siuman, Rasulullah bertanya kembali: “Uang itu sudah kau sedekahkan?” “Belum, karena aku kemarin sangat sibuk,” jawabku Rasulullah bersabda, “Mengapa bisa begitu, ambil uang itu!”.
Begitu uang itu sudah di hadapannya, Rasulullah lalu bersabda, “Bagaimana menurutmu seandainya aku tiba-tiba meninggal, sementara aku mempunyai uang yang belum kusedekahkan? Uang ini tidak akan menyelamatkan Muhammad seandainya ia meninggal sekarang, sementara ia mempunyai uang yang belum disedekahkan,”. (HR Ahmad).



Sahl bin Sa’ad bertutur, suatu hari datang seorang perempuan menghadiahkan kepada Nabi Saw sepotong syamlah yang ujungnya ditenun (syamlah adalah baju lapang yang menutup seluruh badan). Perempuan itu berkata, “Ya Rasulullah, akulah yang menenun syamlah ini dan aku hendak menghadiahkannya kepada Engkau.” Rasulullah pun sangat menyukainya. Tanpa banyak bicara, beliau langsung mengambil dan memakainya dengan sangat gembira dan berterima kasih kepada wanita itu. Rasulullah betul-betul sangat membutuhkan dan menyukai syamlah tersebut.

Tidak lama setelah wanita itu pergi, tiba-tiba datang seorang laki-laki meminta syamlah tersebut. Rasulullah pun memberikannya. Para sahabat yang lain lalu mengecam laki-laki tersebut. Mereka berkata, “Hai Fulan, Rasulullah sangat menyukai syamlah tersebut, mengapa kau memintanya? Kau kan tahu Rasulullah tidak pernah tidak memberi kalau diminta?” Laki-laki itu menjawab, “Aku memintanya bukan untuk dipakai sebagai baju, melainkan untuk kain kafanku nanti kalau aku meninggal”. Tidak lama kemudian, laki-laki itu meninggal dan syamlah tersebut menjadi kain kafannya. (HR Bukhari).

Beberapa kisah diatas hanyalah sebutir jejak kedermawanan Nabi Muhammad SAW. Kisah-kisah lainnya bagaikan gunung pasir tertinggi yang takkan pernah sanggup diimbangi oleh siapapun, termasuk para sahabat-sahabat terdekatnya di masa beliau masih hidup. Sahabat-sahabat Rasulullah hanya bisa meniru kedermawanan yang diajarkan Baginda Rasul itu, yang kemudian menambah panjang jejak sejarah kedermawanan yang dicontohkan Nabi dan para sahabatnya.

Lihatlah Thalhah bin Ubaidillah, seorang sahabat yang kaya raya namun pemurah dan dermawan. “Sungai yang airnya mengalir terus menerus mengairi dataran dan lembah” adalah lukisan tentang kedermawanan seorang Thalhah. Isterinya bernama Su’da binti Auf. Pada suatu hari isterinya melihat Thalhah sedang murung dan duduk termenung sedih. Melihat keadaan suaminya, sang isteri segera menanyakan penyebab kesedihannya dan Thalhah mejawab, “Uang yang ada di tanganku sekarang ini begitu banyak sehingga memusingkanku. Apa yang harus kulakukan ?”

Maka istrinya berkata, “Uang yang ada di tanganmu itu bagi-bagikanlah kepada fakir miskin.” Maka dibagi-baginyalah seluruh uang yang ada di tangan Thalhah tanpa meninggalkan sepeserpun.

Assaib bin Zaid berkata tentang Thalhah, “Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan pangannya.”

Jaabir bin Abdullah bertutur, “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta.” Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki “Thalhah si dermawan”, “Thalhah si pengalir harta”, “Thalhah kebaikan dan kebajikan”.

Sahabat lain yang mengukir jejak indah kedermawanan mencontoh Nabi adalah Tsabit bin Dahdah yang memiliki kebun yang bagus, berisi 600 batang kurma kualitas terbaik. Begitu turun firman Allah, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (pembayaran) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (Al-Hadid: 11). Dia bergegas mendatangi Rasulullah untuk bertanya, “Ya Rasulullah, apakah Allah ingin meminjam dari hambanya?”

“Benar,” jawab Rasulullah.

Spontan Tsabit bin Dahdah mengacungkan tangannya seraya berkata, “Ulurkanlah tangan Anda, wahai Rasulullah.”

Rasulullah mengulurkan tangannya, dan langsung disambut oleh Tsabit bin Dahdah sambil berkata, “Aku menjadikan Anda sebagai saksi bahwa kupinjamkan kebunku kepada Allah.” Tsabit sangat gembira dengan keputusannya itu. Dalam perjalanan pulang dia mampir ke kebunnya. Dilihatnya isteri dan anak-anaknya sedang bersantai di bawah pepohonan yang sarat dengan buah.

Dari pintu kebun, Dipanggillah sang isteri, “Hai Ummu Dahdah! Ummu Dahdah! Cepat keluar dari kebun ini, Aku sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah!” Isterinya menyambut dengan suka cita, “Engkau tidak rugi, suamiku, engkau beruntung, engkau sungguh beruntung!” Segera dikeluarkannya kurma yang ada di mulut anak-anaknya seraya berkata, “Ayahmu sudah meminjamkan kebun ini kepada Allah.

Ibnu Mas’ud menceritakan bahwa Rasulullah bersabda, “Berapa banyak pohon sarat buah yang kulihat di surga atas nama Abu Dahdah.” Artinya, Allah memberi Tsabit bin Dahdah pohon-pohon yang berbuah lebat di surga sebagai ganti atas pemberiannya kepada-Nya di dunia.

Indah nian jejak-jejak kedermawanan Nabi Muhammad SAW, lebih indah lagi apa-apa yang dijanjikan Allah atas apa yang diberikan di jalan-Nya. Karenanya, seluruh sahabat pada masa itu berlomba-lomba mengikuti jejak Nabi dalam segala hal, termasuk tentang kedermawanan. Semoga, jejak kedermawanan itu terus terukir pada ummat Muhammad hingga kini selama kita masih terus meleburkan diri pada rantai jejak indah itu, dan mengajarkannya kepada anak-anak dan penerus kehidupan ini.
READMORE...

Kisah Menjadi Kaya karena Menikah


Pada hari-hari pertama pernikahan kami, suami bertanya, “Ke mana saja uangmu selama ini?” Pertanyaan itu sungguh menggedor dadaku. Ya, ke mana saja uangku selama ini? Buku tabunganku tak pernah berisi angka belasan hingga puluhan juta. Selalu hanya satu digit. Itu pun biasanya selalu habis lagi untuk kepentingan yang agak besar seperti untuk bayar kuliah (ketika aku kuliah) dan untuk kepentingan keluarga besarku di kampung. Padahal, kalau dihitung-hitung, gajiku tidaklah terlalu kecil-kecil amat. Belum lagi pendapatan lain-lain yang kudapat sebagai penulis, instruktur pelatihan menulis, pembicara di berbagai acara, guru privat, honor anggota tim audit ataupun tim studi. Lalu, ke mana saja uangku selama ini? Kepada suamiku, waktu itu aku membeberkan bahwa biaya operasional untuk keaktifanku cukup besar. Ongkos jalan, pulsa telepon, nombok biaya kegiatan, makan dan traktiran. Intinya, aku mencari apologi atas aliran uangku yang tidak jelas.

Namun diam-diam aku malu padanya. Sesaat sebelum pernikahan kami, dia berkata, “Gajiku jauh di bawah gajimu...”. Kata-kata suamiku -ketika masih calon- itu membuatku terperangah. “Yang benar saja?” sambutku heran. Dengan panjang kali lebar kemudian dia menjelaskan kondisi perusahaan plat merah tempatnya bekerja serta bagaimana tingkat numerasinya. Yang membuatku lebih malu lagi adalah karena dengan gajinya yang kecil itu, setelah empat tahun hidup di Jakarta, ia telah mampu membeli sebuah sepeda motor baru dan sebuah rumah –walaupun bertipe RSS- di dalam kota Jakarta. Padahal, ia tidak memiliki sumber penghasilan lain, dan dikantornya dikenal sebagai seorang yang bersih, bahkan “tak kenal kompromi untuk urusan uang tak jelas.” Fakta bahwa gajinya kecil membuatku tahu bahwa suamiku adalah seorang yang hemat dan pandai mengatur penghasilan. Sedang aku?

***

Hari-hari pertama kami pindahan.
Aku menata baju-baju kami di lemari. “Mana lagi baju, Mas?” tanyaku pada suami yang tengah berbenah. “Udah, itu aja!” Aku mengernyit. “Itu aja? Katanya kemarin baju Mas banyak?” tanyaku lebih lanjut. “Iya, banyak kan?” tegasnya lagi tanpa menoleh. Aku kemudian menghitung dengan suara keras. Tiga kemeja lengan pendek, satu baju koko, satu celana panjang baru, tiga pasang baju seragam. Itu untuk baju yang dipakai keluar rumah. Sedang untuk baju rumah, tiga potong kaos oblong dengan gambar sablon sebuah pesantren, dua celana pendek sedengkul dan tiga pasang pakaian dalam. Ketika kuletakkan dalam lemari, semua itu tak sampai memenuhi satu sisi pintu sebuah lemari. Namun dua lemari besar itu penuh. Itu artinya pakaianku lebih dari tiga kali lipat lebih banyak dibanding jumlah baju suamiku. Kata orang, kaum wanita biasanya memang memiliki baju lebih banyak dibanding kaum laki-laki. Tapi isi lemari baju itu memberikan jawaban atas banyak hal padaku. Terutama, pertanyaannya di hari-hari pertama pernikahan kami tentang ke mana saja uangku. Isi lemari itu memberi petunjuk bahwa selain untuk keluarga dan organisasi, ternyata aku menghabiskan cukup banyak uang untuk belanja pakaian. Oo!

Pekan-pekan pertama aku hidup bersamanya.
Aku mencoba mencatat semua pengeluaran kami. Dan aku sudah mulai memasak untuk makan sehari-hari. Cukup pusing memang. Apalagi jika melihat harga-harga yang terus melonjak. Tapi coba lihat...! Untuk makan seminggu, pengeluaran belanjaku tak pernah lebih dari seratus ribu. Padahal menu makanan kami tidaklah terlalu sederhana: dalam seminggu selalu terselip ikan, daging atau ayam meski tidak tiap hari. Buah–makanan -kesukaanku- dan susu –minuman favorit suamiku- selalu tersedia di kulkas. Itu artinya, dalam sebulan kami berdua hanya menghabiskan kurang dari lima ratus ribu untuk makan dan belanja bulanan. Aku jadi berhitung, berapa besar uang yang kuhabiskan untuk makan ketika melajang? Aku tak ingat, karena dulu aku tak pernah mencatat pengeluaranku dan aku tidak memasak. Tapi yang pasti, makan siang dan malamku rata-rata seharga sepuluh hingga belasan ribu. Belum lagi jika aku jalan-jalan atau makan di luar bersama teman. Bisa dipastikan puluhan ribu melayang. Itu artinya, dulu aku menghabiskan lebih dari 500ribu sebulan hanya untuk makan? Ups!



Baru sebulan menikah.
“De, kulihat pembelian pulsamu cukup banyak? Bisa lebih diatur lagi?”
“Mas, untuk pulsa, sepertinya aku tidak bisa menekan. Karena itu adalah saranaku mengerjakan amanah di organisasi.” Si mas pun mengangguk. Tapi ternyata, kuhitung dalam sebulan ini, pengeluaran pulsaku hanya 300 ribu, itu pun sudah termasuk pulsa untuk hp si Mas, lumayan berkurang dibanding dulu yang nyaris selalu di atas 500 ribu rupiah.

Masih bulan awal perkawinan kami.
Seminggu pertama, aku diantar jemput untuk berangkat ke kantor. Tapi berikutnya, untuk berangkat aku nebeng motor suamiku hingga ke jalan raya dan meneruskan perjalanan dengan angkutan umum sekali jalan. Dua ribu rupiah saja. Pulangnya, aku naik angkutan umum. Dua kali, masing-masing dua ribu rupiah. Sebelum menikah, tempat tinggalku hanya berjarak tiga kiloan dari kantor. Bisa ditempuh dengan sekali naik angkot plus jalan kaki lima belas menit. Ongkosnya dua ribu rupiah saja sekali jalan. Tapi dulu aku malas jalan kaki. Kuingat-ingat, karena waktu mepet, aku sering naik bajaj. Sekali naik enam ribu rupiah. Kadang-kadang aku naik dua kali angkot, tujuh ribu rupiah pulang pergi. Hei, besar juga ya ternyata ongkos jalanku dulu? Belum lagi jika hari Sabtu Ahad. Kegiatanku yang banyak membuat pengeluaran ongkos dan makan Sabtu Ahadku berlipat.

Belum lagi tiga bulan menikah.
“Ke ITC, yuk, Mas?” Kataku suatu hari. Sejak menikah, rasanya aku belum lagi menginjak ITC, mall, dan sejenisnya. Paling pasar tradisional. “Oke, tapi buat daftar belanja, ya?” kata Masku. Aku mengangguk. Di ITC, aku melihat ke sana ke mari. Dan tiap kali melihat yang menarik, aku berhenti. Tapi si Mas selalu langsung menarik tanganku dan berkata,”Kita selesaikan yang ada dalam daftar dulu?” Aku mengangguk malu. Dan aku kembali teringat, dulu nyaris setiap ada kesempatan atau pas lewat, aku mampir ke ITC, mall dan sejenisnya. Sekalipun tanpa rencana, pasti ada sesuatu yang kubeli. Berapa ya dulu kuhabiskan untuk belanja tak terduga itu?

Masih tiga bulan pernikahan “Kita beli oleh-oleh sebentar ya, untuk Bude?” Masku meminggirkan motor. Kios-kios buah berjejer di pinggir jalan. Kami dalam perjalanan silaturahmi ke rumah salah satu kerabat. Dan membawakan oleh-oleh adalah bagian dari tradisi itu.
“Sekalian, Mas. Ambil uang ke ATM itu...” Aku ingat, tadi pagi seorang tetangga ke rumah untuk meminjam uang. Ini adalah kesekian kali, ada tetangga meminjam kepada kami dengan berbagai alasan. Dan selama masih ada si Mas selalu mengizinkanku untuk memberi pinzaman(meski tidak langsung saat itu juga). Semua itu membuatku tahu, meskipun hemat, si Mas tidaklah pelit. Bersikaplah pertengahan, begitu katanya. Jangan menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak jelas, tapi jangan lantas menjadi pelit!

***

Semester pertama pernikahan.
Mengkilat. Elegan. Kokoh. Masih baru. Gress. Begitu sedap dipandang mata. Benda itu, sudah sekian lama kuinginkan. Sebuah laptop baru kelas menengah (meski masih termasuk kategori low end). Namun selama ini, setiap kali melihatnya di pameran atau di toko-toko komputer, aku hanya bisa memandanginya dan bermimpi. Tak pernah berani merencanakan, mengingat duitku yang tak pernah cukup. Tapi rasanya, dalam waktu dekat benda di etalase itu akan kumiliki. Rasanya sungguh indah, memiliki sebuah benda berharga yang kubeli dengan uangku sendiri, uang yang kukumpulkan dari gajiku.

Sejak menikah, aku tak pernah lagi membeli baju untuk diriku sendiri. Pakaian dan jilbabku masih dapat di-rolling untuk sebulan. Sejak menikah, aku memilih membawa makan siang dari rumah ke kantor. Aku juga jarang ke mall lagi. Dan kini, setiap kali akan membeli sesuatu, aku selalu bertanya: perlukah aku membeli barang itu? Indahnya, aku menikmati semua itu. Dan kini, aku bisa menggunakan tabunganku untuk sesuatu yang lebih berharga dan tentu saja bermanfaat bagi aktifitasku saat ini, lingkunganku dan masa depanku nanti.

Aku bersyukur kepada Allah. Semua ini, bisa dikatakan sebagai berkah pernikahan. Bukan berkah yang datang tiba-tiba begitu saja dari langit. Tapi berkah yang dikaruniakan Allah melalui pelajaran berhemat yang dicontohkan oleh suamiku. Rabb, terima kasih atas berkahMu...
READMORE...